welcome to my blog

welcome to my blog

Miss va

Senin, 10 November 2014

F O O L I S H (Part 1 : fall in love)

Namaku Amel Cantika Brawijoyo, usiaku baru menginjak 15 tahun. . 

Tak terasa aku sudah memakai pakaian putih abu-abu. Ini hari pertamaku sekolah. Aku berjalan menyusuri koridor sekolah mencari-cari kelasku. 

"Hei kamu!" teriak seorang cowok dari lapangan basket. Aku menatap kearahnya. "Ambilin tuh bola dong!" 

Bola basket yang hanya berjarak beberapa langkah dari tempatku berdiri. Aku menuruti perintahnya, tapi belum sempat kuambil bola itu seorang cowok telah mendahuluiku. Sebelum dia melempar bola basket kearah cowok bernomor punggung 15, dia sempat menatapku dan tersenyum lalu pergi meninggalkanku yang masih berdiri mematung melihat senyum manis yang tampak pada wajahnya. Dia memiliki lesung pipi yang semakin membuat jantungku berdebar 'gak karuan. 

"Amel" terdengar suara seorang cewek memanggilku. Aku mengalihkan pandanganku kearah datangnya suara itu. "Amel .. kamu amel kan?"  
"Bella?" aku balik bertanya. Cewek didepanku ini tertawa lebar. "Iya benar, ini gue Bella." katanya 
Kami berdua berpelukkan kegirangan. "Wah ternyata kita sama-sama sekolah disini ya." kataku 
Bella tersenyum, "Hmm.. Puji Tuhan aku lulus dengan peringkat beasiswa jadi bisa masuk disini."

Tak sepertiku yang masih punya orang tua yang sangat mampu membiyai sekolahku, Bella adalah salah satu siswa teladan di SMP kami dulu sehingga dia sering mendapat beasiswa dari sponsor dan akhirnya sekarang juga seperti itu. Semakin membahagiakan bagiku adalah karena kami berada dikelas yang sama saat ini. 

Teng.. teng.. teng.. 
Bel tanda pelajaran telah dimulai. Tampak seorang guru wanita setengah baya, dan berparas cantik memasuki kelas kami. Beberapa siswa bergegas duduk ditempat mereka masing-masing, sama halnya dengan aku dan Bella. Meja kami berdekatan, tepatnya meja milik Bella terletak dibelakang mejaku. Meja kami berdekatan dengan jendela besar yang terbuka dan bersebelahan dengan koridor.

Hari itu angin yang sepoi-sepoi membuat rambut yang kuurai menjadi sedikit tertiup. Saat sedang kucoba menata kembali rambutku, tampak seorang cowok yang kukenal wajahnya. Cowok yang mempunyai lesung pipi itu. Aku menatapnya lewat depan kelas kami dan ya .. tatapannya sesaat juga kearah kelas kami saat sedang berjalan sambil berbincang dengan seorang guru berkaca mata. Ah dia tersenyum, kataku dalam hati. Aku menyukainya. 

Beberapa jam terlewati dikelas dengan pelajaran kimia. Tiba saatnya istirahat. Aku dan Bella berjalan menuju kantin mencari makanan yang bisa kami beli. 

"Wah.. kelihatannya padat ya." kata Bella dengan tekanan sedikit mengeluh melihat hampir tidak ada tempat kosong yang cukup untuk kami. Sementara mataku masih mencari-cari cowok berlesung pipi itu. 

"Bella." sapa seorang cowok dari belakang kami. 
Jantungku kembali berdebar 'gak karuan. Kali ini aku benar-benar berada didepan cowok berlesung pipi itu. 
"Kak Rein." Bella balik menyapa. 
Ternyata namanya Rein. Dari kemeja bajunya, bisa jelas kulihat papan nama miliknya. Reinhard Widjasakti. 
Tatapanku membuat cowok berlesung pipi ini menatapku sebelum tersenyum. Ah lagi-lagi dia tersenyum, jantungku.. 
"Amel, kenalin ini kak Rein." kata Bella memperkenalkan cowok dihadapan kami ini. "Kak Rein kenalin ini Amel, temanku."
"Halo Amel" sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat. Aku sempat gugup dan masih malu untuk membalas jabat tangannya sebelum Bella mengangkat tanganku dan berjabatan tangan dengannya. Rein tersenyum lagi. 
"Halo" tuturku lembut. Sudah sangat kuusahakan agar terdengar lebih lembut. Rein tersenyum. 
"Kenapa Bella? Kalian berdua belum ada tempat duduk?" tanya Rein 
"Iya kak."
Rein tersenyum lebar, "Ayo duduk dengan kakak." ajaknya
Hatiku bergirangan. Bella menatapku seolah bertanya meminta pendapatku. Tanpa tunggu lama, aku menganggukkan kepala tanda setuju. "Oke" kata Bella 

Dewi keberuntungan berada dipihakku. Rein mengajak kami duduk bersama dia dan teman-temannya. Aku duduk bersebelahan dengan Rein, karena beberapa cowok teman Rein menarik tangan Bella untuk duduk ditengah-tengah mereka. Bella sepertinya sudah sangat akrab dengan mereka, pikirku.

Dikelas sebelum bel pelajaran dibunyikan ..

"Bella," bisikku pelan
"Kenapa mel?"
Aku tak langsung menjawab pertanyaan Bella. Antara masih malu untuk menanyakannya dan ragu untuk bertanya. Tapi ah .. demi cowok berlesung pipi kuberanikan saja diriku. "Bella, kak Rein kelas berapa?" tanyaku. Belum sempat dijawab cewek cantik berdarah jawa-batak ini, kualihkan pembicaraan kami, "Wah ini PR kimia tadi kan? Hebat sudah dikerjakan semua."
Bella tersenyum. Sepertinya dia tahu kalau aku salah tingkah saat bertanya mengenai cowok berlesung pipi itu. "Kelas XI IPA" katanya.
Aku yang tertunduk dengan raut wajah yag memerah seperti tomat, menatap Bella sambil tersipu malu. "Ah.." desahku pelan.
"Kak Rein kelas XI IPA. Dia adalah sahabat almarhum kakakku, Hendry."
"Oh begitu rupanya." kataku. Pantas saja cowok berlesung pipi dan teman-temannya tampak akrab dengan Bella, pikirku.
"Kenapa Mel? Kamu suka sama kak Rein?"
Mendengar pertanyaan Bella, jantungku berdebar, wajahku memerah dan aku hanya bisa tersenyum tanpa menjawab pertanyaan Bella, pelan-pelan kuanggukkan kepala.
"Wajar kok kalau kamu suka sama dia. Cewek-cewek disekolah ini kebanyakkan sangat mengaguminya karena kepintarannya. Selain pintar, dia baik, lembut, sopan dan kaya. Dia juga sering menjuarai olimpiade nasional dan mendapat beasiswa tapi uang beasiswa yang dia dapatkan sering disumbangkan ke panti asuhan." ujar Bella.
"Hmm.. Kamu Bell, kamu juga suka sama dia?" tanyaku
Bella menatapku. Hampir semenit dia tak menjawab pertanyaanku. "Ah, gak Mel. Kak Rein sudah seperti kakak-ku sendiri."
Aku tersenyum lega mendengarnya.

Semenjak saat itu, Bella menjadi jembatan kedekatanku dengan Rein. Kami sering makan bersama dikantin, sering ngobrol tentang banyak hal, bahkan kedekatanku dengan cowok berlesung pipi ini menjadikan satu alasan aku termotivasi belajar karena dia menjadi guru privatku dirumah.




to be a continue..

Jumat, 28 Februari 2014

Aku atau Temanmu !


Ini dia satu hal yang well .. sebenarnya hal yang paling kubenci, menunggu. Tapi untuk kesekian kali aku harus menunggu lagi. Seperti biasa, setiap pulang kampus aku harus menunggu Arya, kekasihku. Dia paling membenci dibuat menunggu, tapi dia selalu membuatku menunggu. Saat dia terlambat menjemputku pasti alasannya karena kerjaan atau teman-teman ngajakin hang-out dulu sebentar dan bla-bla-bla .. Aku bisa saja pulang duluan tanpa dia harus menjemputku. Tapi dia paling tidak suka kalau aku tidak menuruti kata-katanya. Mungkin karena cintaku kepadanya, aku mencoba memahaminya saja. Bagiku meski dia lebih banyak menghabiskan waktu bersama pekerjaannya dan teman-temannya daripada bersamaku, tapi aku tetap bahagia karena aku tahu dia mencintaiku.

Mataku melirik gelisah arloji  di pergelangan tangan kananku. Pukul 14.25. Seharusnya Arya sudah tiba disini dari seperempat jam yang lalu. Tapi sama sekali belum ada tanda-tanda pemilik mobil Honda Jazz silver itu menjemputku. 

"Virra, kamu belum pulang juga?" tanya Bagas memecah keheningan disekitar. 
Aku mengalihkan pandanganku yang sejak tadi mencari-cari Arya yang entah kapan akan datang menjemputku kearah Bagas. Tapi dasarnya aku memang agak cuek sama makhluk yang namanya cowok, maksudku cowok lain selain Arya, jadinya aku hanya membalas pertanyaan Bagas dengan sebuah senyuman dan anggukan kecil dariku. Kalau mau dibilang, aku sebenarnya cukup mengagumi Bagas, teman sekelasku. Wajahnya ganteng, tubuhnya kokoh berotot - kusempat mendengar dari gosip teman-teman cewek sekelas kami kalau dia sering ikut gym atau apalah itu namanya. Bagas memang terkenal paling ganteng dikelas kami tepatnya diseantero kampus fakultas kedokteran tempatku kuliah. Banyak cewek yang menyukainya bukan saja karena wajahnya, tubuhnya, kekayaannya tapi juga karena kepintarannya. Memang sosok yang perfecto!

Entah apa yang sedang diucapkan Bagas barusan, aku sama sekali nggak mendengarnya. "Apa?" 
"Ah bukan apa-apa kok .. yaudah kalau kamu masih disini, aku pulang duluan. Bye." 
Bibirku seolah berbusa. Bahkan saat itu pun aku masih tidak bisa membalas kata-katanya, setidaknya dengan kata Bye. Aku hanya kembali tersenyum. Apa apa memang sebodoh itukah mencintai Arya sampai-sampai cowok seganteng Bagas yang menyapaku pun tidak kuhiraukan. Padahal kalau cewek lain tentu mereka sudah membalas sapaannya dengan berbagai macam kealayan mereka. Rasanya aku ingin mengutuk diriku sendiri. Tapi apapun itu, bagaimanapun juga tak ada yang mampu mengganti posisi Arya dihatiku. 

Lima belas menit kemudian, saat hampir saja aku memutuskan untuk menaiki sebuah taksi kosong, Honda Jazz silver dengan nomor polisi yang kuhafal mati menepi didepan trotoar tempatku berdiri. Pintunya terbuka. Arya berlari kecil mendekatiku dan langsung memelukku erat. "Maaf ya, Bee. Aku telat lagi. Aku..." 
Aku menggeleng didalam pelukkannya. "Aku ngerti kok sayang." potongku, sambil melepaskan pelukkannya dan tersenyum memandang raut wajah kekasih yang kucintai selama 2 tahun ini. 
Arya tertawa kecil sambil menggenggam tanganku erat dan seperti biasa selalu mendaratkan 1 ciuman dipelipisku. Aku menyukai bagian ini, bagian dimana aku merasa aku benar-benar dicintai.

Aku dan Arya sudah berpacaran semenjak aku berada dibangku kuliah. Arya sebenarnya adalah kakak kelasku dari sekolah dasar sampai sekolah menegah atas, dan kemudian setelah lulus. Arya memilih menggantikan ayahnya yang sedang sakit-sakitan menjadi CEO disebuah perusahan ternama di kota tempat kami tinggal ini. Karena aku tahu perusahannya sekarang ada dalam kondisi yang sulit karena ayahnya sedang jatuh sakit, jadinya aku harus mempunyai hati yang ekstra lebih besar untuk kuat dan memahami kekasihku, dan memberinya support juga. Karena cinta bukan cuma sekedar mencintai tapi bagaimana membuat kita mampu bertahan dalam situasi apapun, membuat kita belajar memahami dan saling mendukung satu sama lain. Haah! Sepertinya pola pikirku semakin bertambah dewasa saja. Tapi aku rasa sekarang ini memang aku harus lebih memahami Arya.

Mobil kami memasuki sebuah kafe, tempat biasa aku dan Arya sering menghabiskan waktu bersama atau sekedar makan saja. "Bee, kita makan dulu ya .. sebelum aku antar kamu pulang. Soalnya aku lapar nih." kata Arya sambil membantuku melepaskan sabuk pengaman yang agak keras dan susah dilepaskan. "Oke sayang, aku juga lapar." 

*** 

Selain menjadi mahasiswi di fakultas kedokteran, aku juga menjadi salah satu primadona balet sebuah yayasan yang didirikan kakek buyutku karena aku sangat menyukai balet. Karena saat aku menari, aku merasa semua impianku sedang menari bersamaku dan salah satu impianku itu adalah bersama Arya kelak hingga kami menjadi tua bersama dan lebur bersama tanah bersama juga. Postur badanku juga tidak segemuk Miss Big Indonesia. Aku mempunyai postur tubuh yang langsing, kecil dan tidak berat itu yang membuat gerakkanku mampu kukontrol sebaik mungkin dan selalu mendapat tropi kemenangan dalam setiap pentas balet, bahkan aku pernah dikirim mewakili Indonesia dalam kontes balet dunia yang dilaksanakan di sebuah Negera besar.

Anyway .. hari ini aku sedang latihan gladiresik untuk pentas besok malam. Aku menjadi penari utamanya. Seusai latihan, aku melirik keseluruh ruangan tempat duduk penonton yang masih kosong. Tak ada batang hidung Arya. Ya sudahlah, mungkin Arya sibuk jadi dia nggak sempat membaca message yang kukirimkan 6x padanya sejak tadi pagi, dan sekarang hari sudah sore tapi belum juga Arya membalas messageku. Aku mencoba membuat hatiku tetap percaya padanya. 

Seperti biasa setelah istirahat beberapa waktu lamanya, aku bersama teman-teman yang juga sedang latihan, kami membersihkan diri kami di bathroom gedung tempat kami berlatih sekaligus tempat akan dilaksanakannya pentas balet besok malam.

"Ra ada telpon!" Seru Litha, sahabat dekatku. Dia juga seorang penari balet dan kami berdua adalah patner yang sangat seimbang dan kompak. Meski baru di dunia balet, namun Litha selalu mampu mengikuti gerakanku. Aku juga bersyukur punya sahabat seperti dia, banyak yang sering kami bagikan bersama contohnya tentang kekasih kami masing-masing .. etz tapi tidak dengan hal pribadi atau masalah pribadi, kami berdua benar-benar tahu menghargai privasi kami masing-masing. Aku yang sedang menikmati setiap butiran air dari shower yang kugunakan, melambaikan tangan pada Litha, memberi tanda tidak usah dihiraukan. "Tapi ini dari Arya!" Seru Litha lagi. 

Mendengar nama Arya, langsung saja membuat mataku terbelalak dan dengan cepat langsung menyudahi mandiku. "Aduh!" desisku, mengangkat handuk dan menutupi seluruh badanku. Buru-buru aku berlari keluar bathroom yang didalamnya ada beberapa bathroom mini yang dipisahkan dengan kaca yang tak bisa dilihat orang lain dari luarnya. Hampir saja aku tergelincir karena lantainya yang cukup licin saat itu dan membuat beberapa teman baletku kompak memekik. 

"It's okay!" ucapku sambil melambai lalu bergegas keluar dan mengangkat Hp-androidku dari tangan Litha yang menggeleng-gelengkan kepalanya melihatku. "Hah, halo .. halo dear!" sapaku antusias sambil terengah-engah. 

"Hai Bee, sorry I am late untuk mengabari kamu. Kamu tak apa kan?" 
"Yah aku baik-baik saja sayang. Aku ngerti kok kamu sibuk sama pekerjaanmu dikantor." 
"Bagaimana dengan latihannya, Bee?" 
"Luar biasa!" Aku mendengar tawa Arya dari seberang telepon. "Eh, sayang kamu jadi menjemputku kan?" 
Agak lama pertanyaanku dijawab Arya. Terdengar helaan nafas yang panjang. Ah seolah pertanyaanku menjadi beban yang berat dipundaknya. "Kenapa sayang? Kamu gak bisa ya?"
"Aku minta maaf ya sayang. Kayaknya hari ini aku gak bisa jemput kamu. Maksudku bukan kayaknya tapi memang aku gak bisa. Aku ada kerjaan menumpuk hari ini. Maaf ya sayang.." tuturnya pelan. Ada rasa kecewa dihatiku, padahal hari ini aku latihan terakhir dan aku ingin dia melihatku sebentar berlatih balet. Tapi .. well .. I am fine, I should be fine! "Kamu gak apa-apa kan sayang?" pertanyaan Arya memecah lamunanku. 

"Iya, nggak apa-apa sayang." jawabku. 
"Terima kasih Bee, kamu memang calon istri yang baik. Nggak salah aku memilih kamu. Kamu sangat memahamiku. Terima kasih, I love you." 
"I love you too." tut .. tut .. tut -Bunyi telepon diputuskan. 

*** 

Litha seperti memahami kondisi hatiku saat itu. Seperti biasa saat kami berdua sedang pengen mengeluarkan uneg-uneg kami masing-masing, kami selalu mencari kafe yang pemandangannya ada pantai dibelakangnya. Disitu kami bisa duduk meminum teh hijau yang terkenal dikafe itu dan kadang kami berteriak dipantai mengeluarkan apa yang kami rasa disana, so tempat itu sudah seperti tempat yang menampung seluruh isi hati kami. 

Saat kami memasuki pelataran kafe, tanpa sengaja sudut mataku menangkap mobil yang tak asing bagiku. Tapi kemudian Litha menarik tanganku dan memasukkanku kedalam kafe. Aku belum sempat melihat orang-orang di kafe itu karena terburu-buru memesan makanan dan minuman. Terdengar oleh kedua telingaku, suara yang tak asing juga bagiku. Aku membalikkan badanku kearah datangnya gelombang suara itu dan ternyata dugaanku benar. Mobil yang tak asing bagiku, suara yang tak asing bagiku, cuma punya 1 pemilik dan itu .. Arya. 

Mataku sayup-sayup melihat dia sedang tertawa bersama teman-temannya dan kebanyakkan dari mereka adalah cewek. Bukannya aku cemburu, tapi jika memang alasan yang membuatnya tidak bisa menjemputku adalah hang-out bersama teman-temannya, aku bisa memaklumi itu meskipun kadang aku terluka juga karena aku tak pernah menghabiskan waktu bersamanya, sebanyak dia menghabiskan waktu bersama dunianya dan tak pernah ada aku didalamnya. Tanpa banyak berbicara, aku langsung saja membayar pesananku dan berlari secepat mungkin keluar dari kafe. Litha juga melihat hal yang sama dan mengambil pesanan kami yang sudah dia minta untuk dibungkus saja dan berlari menemuiku diluar kafe. Aku duduk dikursi depan kafe, menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku. 

Malamnya aku menunggu telepon masuk dari Arya, setidaknya aku berharap dia menjelaskan kepadaku. Ah tapi sepertinya aku terlalu banyak berharap. Pertama Arya tak melihatku tadi, jadi bagaimana mungkin dia akan mengatakannya kepadaku. Kedua, jarum jam yang sedang merayap pelan menuju tengah malam tapi tak ada dering telepon dari Arya. Hampir jam 12 malam dan itu sebelum nenekku membuka pintu kamar karena melihat lampu tidurku tak dimatikan, lalu menyuruhku untuk tidur karena besok hari yang penting bagiku.

*** 

Hari ini .. malam ini .. adalah malam yang sangat dinantikan semua orang yang sudah membeli tiket pentas balet. Tamu-tamu mulai berdatangan dan memadati kursi-kursi yang telah disediakan. 

"Virra! Hei .. hei .." Litha menyadarkanku dari lamunanku sejak tadi. Dari tatapan matanya, dia sepertinya sudah menangkap sesuatu pada kedua bola mataku, yang kupikir sedang berkaca-kaca menatap lurus kedepan tanpa satu titik yang pasti. "Fokus girl! Jangan terhanyut masalah pribadi kamu. Ingat menarilah sebaik mungkin, sama seperti Virra Anastasia De Costa." Litha menyemangatiku, untuk sesaat aku menahan rembesan airmataku. Aku memeluk erat Litha sesaat sebelum tampil dipanggung. 

Terdengar tepuk tangan yang meriah menyambutku saat aku menaiki panggung. Aku melihat sekeliling, mencari-cari sosok yang kuharapkan sekali sedang melihatku saat ini. Ini seperti mencari jarum diantara tumpukan jerami. Nah, ketemu! seruku riang didalam hati. Arya sedang duduk disana dan menatapku sambil melambai-lambaikan tangan dan memberiku ciuman jauh. Ah bahagianya .. 

Aku mulai menari mengikuti alunan musik. Tak lama kemudian, tarianku selesai juga dan mendapat tepuk tangan yang lebih meraih dari sebelumnya serta terdengar beberapa siul dan meneriak-neriakan namaku dengan antusiasnya, aku memandang kearah mereka yang kumaksud tadi ternyata adalah hampir sebagian besar teman-teman sekelasku di FK dan satu diantaranya adalah Bagas. Aku tersenyum dan melambai-lambai kearah mereka, kemudian aku mencari ketempat duduk yang tadi diduduki Arya. Tak ada ... What the hell? Bukankah tadi Arya disitu? Apakah aku bermimpi kalau tadi ada Arya disitu? Tidak sepertinya tidak. Setelah acara selesai dan tamu-tamu mulai meninggalkan gedung, aku berlari menuju tempat duduk Arya. Kebetulan saja disana masih ada beberapa pasang ibu dan bapak. 

"Permisi, pak .. bu. Boleh bertanya?" tanyaku sopan 
"Ya, ya, tentu saja boleh. Ada apa?" tanya seorang ibu berkaca mata, berbaju merah. Dari penampilannya dia bukan dari kalangan biasa.
"Tadi apakah ada seorang cowok duduk disini?"
Mereka tampak berbicara kecil saling bertanya, "Ya tadi memang ada tapi saat dia menerima telepon, dia langsung saja berjalan keluar ruangan dan sampai selesai belum kembali juga." jawab seorang bapak berkumis. 
"Pacarnya ya dek?" tanya seorang bapak setengah baya. 
Aku tersenyum. "Terima kasih." Aku berjalan tanpa memandang mereka lagi, yang mungkin sedang melihat langkah kakiku yang seperti berat melangkah." 

*** 

Hari-hari berikutnya .. 

Selalu saja seperti itu, selalu saja tak pernah ada saat aku sangat membutuhkannya, selalu saja lebih punya banyak waktu bersama teman-temannya, selalu saja memberikan alasan yang sama kepadaku, selalu saja aku yang harus memahaminya, seolah hanya selalu aku yang berjuang untuk mempertahankan hubungan ini. Dimana kamu Arya? Kamu lebih punya banyak waktu yang kamu selalu habiskan bersama duniamu, sementara aku kamu selalu menjadikan aku nomor kesekian dari duniamu yang saat kamu sudah bosan dengan duniamu, barulah kamu akan menyadari ada aku dan datang kepadaku. Selalu saja aku aku yang mengalah! Sejujurnya aku cemburu. Cemburu kepada mereka yang bisa melihat senyummu kapan saja, yang bisa tertawa bersamamu, menceritakan ini dan itu bersama, apapun selalu kamu dan mereka lakukan bersama. Dalam duniamu sepertinya tak ada aku, aku hanya pilihan lain setelah duniamu. Awalnya aku kira aku akan baik-baik saja dan aku hanya harus terus memahamimu, tapi semakin jauh semakin pula bertambah penat dikepalaku, sesak didadaku. Kamu selalu sibuk dengan pekerjaanmu, dan kesibukkan yang kamu buat-buat sendiri dengan duniamu tanpa pernah kamu menarikku kedalam duniamu. Kapan kamu bisa memahamiku kalau aku membutuhkanmu karena aku mencintaimu? 

Lamunanku terhenti saat aku dikagetkan dengan wangi bunga mawar yang tepat berada didepanku.

"Happy Anniversarry Bee." Arya tersenyum lebar menatapku. 
Namun hari ini entah kenapa aku tidak seperti biasanya. Aku hanya menatapnya kaku. Tentu saja senyum diwajahnya menghilang. Dia duduk berhadapan denganku, menatapku lekat-lekat. Aku tak kalah menatapnya tajam. Untuk beberapa saat kami berdua saling bertatapan. 

"Are you okay, Bee?" tanyanya, saat menyadari ada sesuatu yang tengah aku pikirkan. 
Aku mengangguk. "I am okay." 
"Are you sure? Aku perhatikan kamu nggak seperti biasanya, Virra."
Aku sempat kaget mendengar Arya barusan saja memanggilku Virra. Aku tersenyum kepadanya. "Aku nggak apa-apa." Aku mencoba meyakinkan Arya. 
"Baiklah .. hari ini kita makan dimana dihari spesial kita?"
"Terserah kamu saja.." 

*** 

Sebulan kemudian .. 

Masih juga belum ada perubahan dari Arya. Dia sama sekali tak menyadari aku begitu terluka dengan sikapnya. Kini Arya yang kukenal berbeda 360 derajat. Tak lagi ada perhatian, tak lagi ada kata-kata sayangnya, bahkan panggil kesayangannya untukku sudah jarang dia lakukan, tak lagi ada kecupan didahiku atau tak lagi menjemputku. Entah kenapa dia berubah secepat itu .. tapi aku harus tetap percaya padanya meski hatiku agar meragukannya sekarang. Sampai suatu hari, kudapati dia bersama teman-temannya lagi disebuah kafe, sementara dia mengatakan padaku dia sedang menjenguk ayahnya dirumah sakit. 

"Bee .. bee .. dengar penjelasanku dulu. Virra!" Teriakannya membuat langkah kakiku berhenti.
Arya menarik lenganku. Matanya menatapku tajam. Aku berusaha melepaskan genggamannya tapi ternyata aku hanya bisa meliuk-liukkan badanku saja. "Jangan childish!" serunya dengan nada keras. 

Aku sudah tak sanggup lagi. Kukeluarkan semua uneg-unegku, dan membuat dia hanya terdiam menatapku, sekali-kali menundukkan kepalanya tapi masih terus menggenggam lengan kiriku dengan eratnya. "Kalau dulu aku sangat memahamimu, sekarang aku mulai nggak suka kalau kamu mulai mengacuhkanku. Saat kamu sedang bersama dengan teman-temanmu, kamu tak pernah mengingatku. Bahkan kamu mulai berbohong kepadaku. Kenapa? Seharusnya kamu tak perlu membohongiku jika memang aku adalah nomor sekian didalam hidupmu karena nomor pertama dan terpenting bagimu adalah dunia kamu sendiri tanpa ada aku. Kamu nggak seperti Aryaku yang dulu lagi. Apa aku ini masih berarti bagimu? Aku rasa tidak!"

"Virra, aku nggak bermaksud membohongimu. Aku .."
"Nggak bermaksud bohong? Benarkah? Tidak, kamu nggak bermaksud tapi memang kamu sudah melakukannya. Bukan baru sekali Arya. Sudah berulang kali. Tapi aku nggak pernah mengeluh, aku katakan pada diriku sendiri aku hanya harus lebih memahamimu. Tapi ternyata perjuanganku dan pengorbananku tak pernah dianggap ada. Kamu nggak memahamiku sebaik aku memahamimu." 
"Virra!" teriak Arya dengan keras membuat beberapa pasang mata yang berjalan melirik sedikit kearah kami. 
"Kamu mengatakan kepadaku jangan childish tapi ternyata kamu sendiri yang menjadi childish. Aku nggak akan ngasih kamu pilihan untuk memilih aku atau duniamu, tapi aku hanya harus menyudahi hubungan ini. Karena aku sadar, jika aku orang terpenting bagimu, kamu tidak akan mengabaikanku dan lebih memilih duniamu, teman-temanmu dan segala yang ada didalam duniamu yang tak pernah kamu mengajakku masuk kedalamnya atau sekedar berbagi denganku sedikit dari duniamu. Kamu lebih mementingkan egomu sendiri daripada perasaanku." 
"Baiklah jika itu maumu!"

Arya melepaskan genggamannya dan berjalan meninggalkanku yang kemudian duduk menangis sendiri di trotoar jalan tempat dia berdiri. 

*** 

Sebulan kemudian Arya menghampiriku dikampus
"Virra." sapa Arya yang sejak tadi menungguku diluar kelas. 
"Eh, Arya.." Aku tersenyum seperti biasanya seolah nggak ada yang terjadi. 
"Aku minta maaf. Waktu itu aku salah dan aku sudah dipenuhi emosiku yang menghancurkan semuanya. Seharusnya aku nggak pernah melepaskanmu begitu saja. Aku ingin kamu kembali kepadaku. Aku nggak bisa melupakanmu." 
Aku tersenyum. "Aku sudah maafin kamu kok." Tentu saja Arya tersenyum gembira, "Tapi .. kamu pasti bisa mendapat seseorang yang lebih baik bagimu, yang bisa kamu tarik masuk kedalam duniamu. Mungkin aku bukan orang yang tepat bagimu karena kamu nggak pernah menghargai adanya aku." 

Belum sempat Arya menjawab kata-kataku, aku sudah berjalan meninggalkannya dan mendapati Bagas yang sedang menungguku.

"Hei .. sudah lama nunggu ya?" tanyaku 
"Nggak juga. Ini nggak seberapa kok dengan selama ini aku sudah menunggumu." 

Arya yang berlari mendapatiku, tentu saja berhenti saat melihat Bagas dengan mesranya merangkul pundakku dan memasukkanku kedalam mobil sedan merah miliknya.

Seharusnya aku, seharusnya aku yang melakukan semua ini .. semua perlakuanku yang dulu kepada Virra, kini diambil alih oleh seseorang yang lain dan aku terlambat menyadari betapa dia lebih berarti bagiku daripada duniaku yang sebenarnya hanya menjadi tempat iseng bagiku, batin Arya. 

                                                          *** *** *** *** *** ***

Dear Boys, 

Sebenarnya wanita itu jauh didalam lubuk hatinya sangat memahamimu. 
Dia selalu berusaha menjadi yang terbaik bagimu agar kamu tidak pernah menggantinya dengan apapun. 
Dia hanya butuh perhatianmu dan cintamu tetap, tidak berubah seiring waktu dalam kondisi apapun. 
Jauh didalam lubuk hatinya, dia terus memperjuangkanmu. 
Mungkin kamu jarang melihatnya berdoa tapi jauh didalam lubuk hatinya, dia selalu bercerita dengan Tuhannya tentang kamu seorang. 
Dia tidak meminta banyak waktumu, hanya waktu tuk berbagi dengannya. 
Berbagi duniamu dengannya. 
Dengan begitu dia akan merasa berarti, merasa kamu menganggapnya ada. 
Jangan sampai kamu akan menyesali perbuatanmu saat ini dengan meninggalkannya. 
Jangan sampai terlambat untuk menyesalinya, karena bisa saja saat kamu benar-benar terlambat dia mungkin sudah berada dipelukkan lelaki yang memang menganggapnya ada. 

------------------------------------------------------------------------ 
*cerita ini hanyalah fiktif belaka, cuma karangan penulis dengan menjadikan penulis sebagai tokoh utama, tapi bukan berarti ini adalah kisah nyata. 

Jumat, 23 Agustus 2013

Ini Saatnya Melepaskanmu dan Mencoba Bangkit Meski Aku Tahu Aku Rapuh


Dia berubah! Bisa kurasakan perubahan sikapnya itu beberapa minggu belakangan ini semenjak kepergiannya dalam mengikuti kegiatan mahasiswa. Aku bisa mengerti itu, hanya saja belakangan ini aku pun membutuhkannya tapi dia tak pernah ada waktu semenit untuk menghubungiku. Apa ini wajar? Diantara 24 jam yang Tuhan berikan untuk dia, tak ada semenit pun waktunya untuk menghubungiku. Pokoknya dia berbeda, saat kami berdekatan itulah hal yang membahagiakan tapi semuanya terasa berbeda semenjak kami berjauhan .. Entah itu karena aku atau karena dia dengan dunianya yang seolah-olah menempatkanku di nomor sekian dalam hidupnya.

Aku duduk menunggu ada dering sms di handphone pink milikku. Sesekali kulayangkan pandanganku menatap  ke layar HP yang tetap tak kunjung berdering sudah hampir seharian ini.
Sudah lebih dari 10 SMS yang ku kirimkan, namun tak ada satupun balasan dari pemilik nomor belakang 049 itu. Aku tahu pasti dia sedang sibuk dengan kegiatan mereka disana, namun apa sebegitu sibuknya dia sampai-sampai sama sekali tak sempat membalas SMSku sekali saja?

Sesekali aku menghela napasku bahkan sesekali aku mendengus kesal. Dimana kamu? Beberapa minggu ini kamu selalu begini! Aku selalu ditinggal tanpa kabarmu. Saat aku sudah mulai lelah menunggumu, aku mulai mengeluh padamu bahkan terkadang aku mengomel padamu. Awalnya kamu selalu jengkel tapi paling cepat tiga jam-an kamu mengirim pesan maaf padaku atau paling lambatnya sehari baru setelah itu kamu meminta maaf. Itu bisa ku mengerti mungkin kamu lelah bila mendengar aku mengeluh atau mengomel ketika kamu tak membalas atau menjawab panggilanku. Tapi sekarang .. dimana kamu? Akankah kamu melakukannya sekali lagi? Tak bisakah kamu mengerti aku ini pacar kamu dan butuh kamu! Lagi-lagi aku menghela napasku ..

Dimana kamu? Tahukah kamu aku rindu kita? dan aku butuh kamu. S'karang kamu benar-benar membuatku .. merasa kehilangan seseorang yang aku kenal dan aku cintai. "Kimmy"

Lamunanku sedaritadi pun buyar ketika Troy tiba-tiba muncul dan duduk disampingku. Belum sempat pula kumelanjutkan kalimatku "merasa kehilangan seseorang yang aku kenal dan aku cintai."

"Hey.." sapaku pelan sambil berusaha melupakan lamunan yang sejak tadi merajai isi otakku.

Troy menatapku dengan pandangan menyelidik. Aku sedikit gugup saat melihat dia terus menatapku dengan mata sedikit dikecilkan seolah dia adalah detektif dan aku adalah tersangkanya disini.

"Kenapa?" tanyaku, berusaha mengalihkan pembicaraan dengan mulai berdiri dari kursi dan merapikan kertas yang berhamburan yang menjadi sasaran pelampiasan emosiku.

"Kamu tuh yang kenapa?!" Troy sedikit mengeluh, "Sejak tadi aku ketuk pintu kamarmu, tak ada jawaban sama sekali. Akhirnya aku masuk dan .."

Kali ini aku yang menatap Troy dengan seksama. Ah.. iya bodohnya aku! Troy sudah di kamarku.. Mengapa pikiranku selambat ini baru menyadari sejak tadi aku dan Troy sedang berbincang.

"Kenapa?" Troy balik bertanya kepadaku sambil mengerutkan keningnya.

"Ah yaa.. sorry.." Aku menghembuskan napasku yang tadi sempat kutahan sejenak.
"Kamu sepertinya sedang galau lagi ya?" tanya Troy lagi.
"Galau?" Aku balik bertanya, "Ah gak..gak.. gak kok!" sangkalku, sambil terus berusaha tak memandang matanya Troy yang sedang menatapku lekat-lekat, dan tetap merapikan beberapa pakaianku yang sedikit berserakkan ditempat tidurku.
"Gak usah bohong sama aku Kimmy. Aku tahu kamu.. Sejak tadi pikiran kamu gak disini. Aku perhatikan semenjak beberapa hari belakangan ini kamu selalu begini."

Troy .. Dia adalah salah satu sahabat karibku semenjak kami kecil. Dia selalu mengerti keadaanku, seperti saat ini contohnya. Aku tak bisa menyembunyikan kegalauanku ini dihadapannya. Tentu saja karena kami bersahabat semenjak kecil jadinya apapun kegalauanku pasti dia akan segera menyadarinya.

"Aku .. huufht .." Aku menarik napasku dalam-dalam berusaha menenangkan pikiranku dulu. Lalu dengan perlahan kuceritakan kegalauanku padanya. Dia mendengarnya dengan seksama.

"Jadi begitu masalahnya?"
Aku mengangguk pelan.
"Mungkin dia lagi sibuk Kimmy .. Yah kamu juga jangan langsung negatif thinking dulu dong Kimm. Kami laki-laki walaupun sesibuk apapun, kami akan selalu mengingat wanita yang kami sayang. Itu sih faktanya. Percaya saja sama dia."
"Aku percaya sama dia. Tapi coba kamu pikir seharian dia hilang kabar gitu aja. Sudah kukirimkan SMSku berulang kali, aku menelponnya pun berulang kali tapi sama sekali tak ada respon satupun darinya."
"Coba kamu telpon lagi .."
Dengan senyumanku yang hampir tampak samar dibelahan bibirku, aku mengiyakan kata-kata Troy. Mungkin Toy benar, mungkin Alfred sedang sibuk dan belum bisa menghubungiku.

***

Malamnya ..

Masih sama seperti siang tadi, kukirimkan pesanku padanya berulang kali namun tak kunjung mendapat balasan. Karena pada dasarnya aku bukanlah orang yang sabaran, kucoba kuatkan hatiku untuk menelponnya.

"Halo" jawab Alfred
Hatiku langsung melonjak kegirangan. Akhirnya dia menjawab teleponku.

"Gak ada orang yang bicara?!" tanyanya ketus, langsung menutup telpon. Padahal aku baru mau membuka suaraku disaat yang bersamaan .. Tet .. Tet .. Tet .. -Bunyi telepon ditutup-
Telepon kedua tak diambil. Aku mengirim SMS lagi padanya, minta dia untuk menerima teleponku. Telepon ketiga, akhirnya dia menjawabnya.

"Halo .."
"Halo sayang.."
"Ya halo .. "
"Sayang kok ditutup telponnya tadi? Aku baru mau bicara sudah ditutup telponnya." kataku manja. 
"Makanya .. !!" serunya dari seberang telpon.
"Sayang, kok SMSku gak dibalas-balas hampir seharian ini?" tanyaku dengan pelan takut kata-kataku membuat dia menutup telpon tiba-tiba lagi seperti tadi misalnya, seperti beberapa hari lalu dan yang sering terjadi belakangan ini.

Dia tak menjawab pertanyaanku malah sibuk berbicara dengan seseorang atau bahkan beberapa orang. Di sela-sela itu aku mendengar suara bising seperti dijalanan. Entahlah .. pikiranku mulai kembali kacau, tapi ku usahakan tuk kuatkan hatiku sendiri dengan mengulang pertanyaanku lagi .. Masih sama tak ada jawaban atas pertanyaanku, padahal aku sangat ingin mendengar penjelasannya dan ingin dia tahu betapa aku merindukan dirinya, merindukan kita.

"Alfred.." panggilku

"Sayang.." aku terus memanggilnya tapi kuusahakan emosiku tak memuncak dengan sikapnya yang mengacuhkanku. "Alfred!" Teriakku. Habis sudah batas kesabaranku. Aku terlalu di acuhkan dan tak di anggap seperti ini.

"Yaa.." jawabnya, seolah-olah jawabannya tak merasa bersalah sama s'kali atas sikapnya padaku.
Aku menghela napasku dalam-dalam berusaha tenang lagi.

"Kok gak dibalas sms-smsku sayang? Kemarin juga gitu. Lalu tadi pagi sayang hanya membalas semua smsku dengan ucapan selamat pagi setelah itu gak ada lagi kabar apapun. Kenapa?" tanyaku masih dengan intonasi manja.

Lagi-lagi dia tak mempedulikanku .. Emosiku pun memuncak! Kesabaranku pun ada batasannya untuk semua ini.

"Alfred"
"Aku gak mau balas SMS kamu." jawabnya singkat.
Aku kaget mendengar kalimat itu. "Apa?" tanyaku, "Gak mau balas SMSku?" Aku mengulang kata-katanya, "Kenapa gak mau balas SMSku?" tanyaku lagi. Kata-kata itu seakan-akan sedang memporak-porandakkan kepalaku hingga aku menghujaninya dengan pertanyaan itu berulang kali karena dia sama sekali tak menjawabnya.

"Iya .. iya tutup telpon deh! Nanti aku balas SMSnya."
Tanpa mempedulikanku dia mematikan lagi telponnya.

Aku menunggu SMSnya belum juga masuk. Lalu aku mengirim lagi SMS padanya tuk kesekian kali. Tapi tak ada satupun yang dia balas. Karena bosan, kesal, sedih dan marah, kubuka situs sosial tempatku berbagi seperti twitter dan facebook.

Tiba-tiba ..

Chatt yang masuk begitu mengagetkanku! Dunia ini terasa berhenti sesaat. Kucoba mengatur napasku pelan-pelan yang sempat tercekat membaca setiap detik kalimat di chatting tersebut. "Dia sedang bersama dengan wanita."
Perlahan-lahan butiran bening mulai membasahi kedua belahan pipiku. Benarkah ini? Perasaanku benar-benar tak karuan!

Dengan cepat aku mengirim SMS padanya .. sungguh ini benar-benar tak seperti yang aku inginkan. Aku ingin mempercayainya tapi saat itu aku pun merasakan perubahan sikapnya juga mungkin karena ada wanita lain dan aku pelan-pelan mulai tersingkir dari hatinya atau bahkan tak pernah ada dihatinya.

***

Keesokkan paginya .. Ku pikir saat aku bangun, kutemukan SMS yang menjelaskan padaku setidaknya tentang seharian hilang tanpa kabar, dan kata-katanya yang bilang tak ingin membalas SMSku juga tentang bersama wanita yang tadi malam sudah kulupakan karena chatting selanjutnya itu dia sedang bersama dengan tiga orang wanita, kata seseorang kepadaku melalui chatting di situs sosial. Jadi kuanggap itu hal wajar kalau bersama dengan tiga wanita mungkin teman yang kebetulan bertemu saat itu.

Tapi ternyata harapanku sia-sia! Malah kudapati SMS berinti "Terserah apa yang ada diotakku!"
Benarkah? Sungguh tak inginkah kamu menjelaskannya padaku? Setalah apa yang telah kita lalui, seberapa besarnya kesetiaanku dan pengorbananku padanya, dia menjawab semua pertanyaanku dengan terserah apa yang ak pikirkan?

Aku terkekeh kesal. Ini sungguh tak bisa kupercaya!
Perdebatan singkat terjadi diantara kami dan berujung lagi dia tak membalas satupun SMS dariku. Sementara aku masih dengan bodohnya terus menatap layar HPku berharap dia memberi penjelasan untukku. Setidaknya semenit dari waktunya untukku. Tapi tak kunjung kutemui.

Aku benar-benar galau. Pikiranku kacau tak karuan. Seolah ada dua malaikat dikiri dan kananku, yang satu menyuruhku untuk melepaskannya, yang satu menyuruhku untuk mempertahankannya setidaknya mempertahankan apa yang telah aku bangun bersamanya selama hampir 3 tahun ini.

***

Semenjak hari itu, aku terus memikirkannya .. aku berharap dia akan mempertahankanku seperti biasanya dan menjelaskan padaku arti sikapnya kepadaku belakangan ini. Tapi tak kutemukan satupun itu. Aku mulai menyiksa diriku sendiri seolah tak menginginkan hidupku bertahan lebih lama lagi. Troy selalu memarahiku dengan sikapku yang seperti itu.

Sampai pada akhirnya ..

"Kamu terlalu di nina bobokan oleh cinta kamu sama dia!" Seru Troy dengan nada kesal.
Aku tak sanggup menatap matanya saat aku terbaring ditempat tidur dengan lemahnya.
 
"Sekarang kamu mikirin dia.. Nah kalau kamu sakit atau meninggal siapa yang rugi? DIA? Pasti dia ada yang lain lah .. atau pasti dia cari lain" katanya lagi. 
Kata-kata ini terasa seperti mengiris hatiku pelan-pelan.

"Hellow! Sadar! Kalau dia benar-benar mencintai kamu, dia pasti ngerti kamu, mempertahankan kalian, dan memperjuangkan kalian!" Intonasinya mulai meninggi.
Bisa kurasakan saat itu emosinya. Sementara aku hanya terdiam dan terus menitihkan airmataku.
 
"Kamu hanya menyiksa dirimu sendiri. Sadarkan dirimu sendiri kalau dia tak peduli padamu apalagi peduli pada kalian ya hubungan kamu dan dia. " Lanjutnya.

Kalimat-kalimatnya benar-benar menyakitiku.

"Kamu gak mengerti aku!" seruku dalam tangisku.

"Bagaimana aku mau mengerti kamu Kim, kalau kamu sendiri menyiksa diri kamu karena memikirkan seseorang yang jelas-jelas tak pernah memikirkan kamu?!"

Aku menangis. Diam-diam aku membenarkan kata-katanya.

"Itu benar Kimm .. Kalau dia sayang sama kamu, dia gak bakalan nyakitin kamu kayak gini entah itu dengan sikapnya atau apalah itu. Kalau dia benar-benar cinta sama kamu dia pasti ngabarin kamu sesibuk apapun dia entah dengan cara apapun itu. Dunia ini canggih, kalau dia terus-terusan kayak gitu .. aku pun gak yakin kalau cuma nama Kimmy Scarlet Ryder yang ada dihatinya saat ini." tutur Gabrina, sahabat dekatku yang lain.

Aku kembali terisak sekeras mungkin mendengar penuturan Gabrina. Aku menyadari semuanya ..

Mungkin sudah saatnya aku melepaskan dia, melepaskan apa yang telah aku perjuangkan selama hampir 3 tahun, meski terkadang aku memarahinya dan mengatakan ingin melepaskannya tapi itu semua tak pernah aku buktikan. S'karang dari semua ini, dia tetap tak menghubungiku bahkan untuk semenit menjelaskan arti sikapnya dan semuanya yang terjadi antara kami kepadaku beberapa minggu ini, itupun tak dia lakukan sama sekali.

"Jangan pernah kamu takut untuk melepaskan seseorang yang sering menyakitimu bahkan tak mempedulikan perasaanmu bahkan ketika kamu sakitpun dia mengabaikanmu, meski dia adalah orang yang sangat kamu cintai. Masih banyak orang diluar sana yang menyayangi dan mencintaimu. Kamu hanya butuh membuka hati dan dirimu." ungkap Gabrina sambil memeluk diriku yang masih terbaring.

Mereka benar! Aku yang terlalu bodoh hanya mengharapkan dia yang sering menyakitiku bahkan aku masih bodoh menunggu penjelasannya. Aku pun terlalu bodoh menjadikannya salah satu tujuan hidupku namun kenyataan dia sering menyakiti dan mengabaikanku. Mungkin memang aku harus melepaskan dia bersama dengan wanita yang benar-benar dia cintai dan menjadi pilihan menemani seumur hidupnya. Yah mungkin ..

Meski aku tak tahu bagaimana hidupku selanjutnya tanpa dia, ku pasrah .. Kuserahkan semuanya pada Sang Pencipta aku dan dirinya. Satu percakapan terakhirku dengan Tuhan-ku tentang kamu, "Terima kasih untuk semua yang terjadi antara kita selama hampir 3 tahun. Aku menyayangimu dan semoga kamu bahagia dengan hidupmu dan dia yang kau cintai dan benar-benar membuatmu bahagia tidak seperti aku yang sering memaksa kamu memberikan kabar untukku, sering cerewet, dan segala sikap burukku. Semoga kamu bahagia selalu."
"Meski aku tahu aku rapuh. Tapi kan kucoba bangkit kembali" gumamku dalam hati disela-sela doaku.  "Menata hidupku sendiri,meski itu harus kulakukan sendiri dan tanpa kamu"


"Ini saatnya melepaskanmu .."  

                                                                     THE END

                                                                   

Sabtu, 17 Agustus 2013

LDR edisi: Orang Ketiga part 2

 -Orang ketiga itu adalah setan yang tertunda, selalu datang saat kita jenuh, buat nyaman tapi ngeselin. Tapi cinta kita mengalahkannya-

2 bulan berlalu .. 

"Rindu" gumam Aqila dalam hatinya sementara pandangannya terus melayang lurus ke luar jendela yang tampak lembap oleh hujan yang baru saja mereda. "Aku merindukan kamu, Rafa. Aku merindukan saat-saat kita bersama."

"Non.." panggil seorang wanita berumuran 50-an menyadarkannya dari lamunan yang sedaritadi menghiasi pikirannya. "Itu ada tamu didepan non."
"Makasih ya mbok." 
Aqila menarik napasnya dalam-dalam sesaat sebelum dia melangkahkan kakinya keluar dari kamar melihat tamu yang dimaksud pembantu rumah tangga keluarganya.

Mata Aqila seakan tak percaya melihat sosok pria yang sedang memandang keluar jendela.
"Vando? Lo?"
"Hai Aqila.." sapa Vando sambil tersenyum lebar.
Aqila menghampiri Vando dan duduk di sofa tepat dihadapan pria berkemeja merah kotak-kotak, kancing kemejanya dibiarkan saja dengan baju putih sebagai dalamannya.
"Loh kok belum siap-siap?" tanya Vando sambil melihat penampilan Aqila dari atas sampai bawah.
"Oh maaf.." jawab Aqila, "Gue siap-siap dulu ya.."
Vando mengiyakan sambil tersenyum lebar.

Yah.. belakangan ini hubungan Rafa dan Aqila memang agak merenggang dikarenakan permasalahan yang selalu berujung dengan adu mulut. Tapi selama itu, Vando hadir. Sering menghibur Aqila saat dirinya sedang sedih atau sekedar menemani Aqila dan sederetan hal-hal yang Vando lakukan untuk Aqila. Meski Vando yang kenyataannya sudah memiliki Florence tapi entah mengapa bukan Florence yang ditemani Vando, tapi Vando justru menemani Aqila yang bukan siapa-siapa baginya. Teman.. itulah hubungan yang Aqila tahu batas antara dirinya dengan Vando.

***

"Kelihatannya lo lagi sedih lagi ya?" tanya Vando yang sedikit melirik wajah wanita yang duduk di bangku disampingnya ini sambil berusaha tetap fokus mengendarai mobil berwarna hitam yang adalah miliknya.
"Gue?" Aqila balik bertanya
Vando melayangkan senyum padanya, "Gue tau kok." kata Vando, "Kalau lo gak keberatan lo boleh cerita kok ke gue." lanjutnya
Aqila tak menjawab kata-katanya.
"Hmm.. Kalau lo lagi gini, ya mau gimana lagi.. Gue akan bawa lo ke tempat yang bakalan bikin lo lupa segala-galanya. Percaya deh sama gue! Gue bakalan bahagiaan lo." tutur Vando.
Aqila melayangkan pandangannya menatap Vando.
Vando tersenyum lagi, "Tenanglah.. gue tau kok apa isi pikiran lo sekarang. Tenang aja, Rafa gak bakalan tau kalau gue sering ngajak lo jalan kayak gini. Kan dia jauh." katanya, "Oh dan Florence.." Vando menghentikan kata-katanya untuk beberapa saat, "Dia gak bakalan tau kita sering jalan."
"Vando.."
"Hmm?"
"Lo sering ngajak gue kayak gini, apa hubungan lo dan Florence akan baik-baik saja? Kalau dia tau lo kayak gini dia bakalan pikir gue yang enggak-enggak"
"Tenanglah.. Lagian gue juga udah mulai bosan dengannya. Hampir setiap hari dia selalu manja, nyuruh nganterin kesinilah kesitulah, nyuruh beliin inilah, itulah. Gue bosan!"
Aqila terdiam.

"Lalu bagaimana dengan lo?" tanya Vando, "Rafa jauh.. apa lo gak nyari aja penggantinya. Ya setidaknya yang dekat lah supaya bisa terus nemenin lo dan gak bakalan nyia-nyiain waktu sama lo misalnya gue."
Aqila melayangkan pandangannya tepat menatap mata Vando yang sedang menatapnya juga.

"Ini gila! Benar-benar gila! Aku gak menginginkan yang seperti ini, aku gak ingin mendengar kata-kata ini keluar dari mulutnya. Bodohnya aku kalau gini!" gumam Aqila dalam hati, kesal pada dirinya sendiri.

"Ah sudahlah .. lo gak usah jawab pertanyaan gue. Gue tau kok apa yang bakalan lo jawab. Pasti lo bakalan pilih Rafa meski ada sejuta pria didepan mata lo yang lebih baik dari Rafa. Iya kan?" tanyanya, "Meski gue berharap lo milih gue.. Aqila." ucap Vando, membuat mata Aqila terus memandang lurus kedepan.

***

Malamnya..

"Ini gila! Aaaaaaarrghhhh!" Aqila memukul-mukul boneka Bear berukuran besar ditempat tidurnya sambil menghela nafasnya berulang kali. "Vando gila! Gila! Reseh! Ngapain dia bilang gitu? Arrrgh! Ngeselin!" gumam Aqila. 
Bonbon, sahabat dekatnya menatapnya tanpa sedikitpun berkedip matanya.

"Bon .. ini benar-benar diluar dugaan gue. Awalnya gue pikir dengan nerima ajakan Vando buat jalan bareng itu bisa ngatasi kegalauan gue dengan hubungan gue sama Rafa yang semakin renggang dengan permasalahan-permasalahan kami. Tapi... arghhhh!"

"Qila .. gue gak bisa ngomong yang lebih. Gue sebagai sahabat lo selalu nge-support lo apapun keputusan lo mau sama siapapun lo. Tapi gue saranin jangan sama Vando. Gue memang sahabatnya Vando juga karena sedari kecil kami bersama tapi karena gue sahabatnya Vando jadi gue bilang ke lo jangan. Lo juga harus mikir perasaan Florence kayak gimana. Kalian sama-sama wanita pasti mengerti sesama perasaan wanita. Gue memang tau kalau Vando suka sama lo udah dari lama banget tapi jangan deh Qila.." Bonbon menjelaskan panjang lebar, tak menyadari Aqila menatapnya sambil terus tersenyum mendengarkan kata-katanya, "Tapi .. ya terserah lo. Lo nyamannya sama yang mana. Rafa atau Vando. Gue dukung."

Aqila tertawa lebar mendengarkan kata-kata Bonbon yang seolah tak ada henti-hentinya keluar dari mulutnya.

"Yah kok malah ketawa sih?" tanya Bonbon. Wajahnya setengah cemberut melihat Aqila menatapnya dan terus tertawa.

"Lo lucu Bon." Aqila tertawa lagi, "Oke gini.. Bonbon sayang, gue Aqila Zuidith. Gue gak bakalan ngerebut pacar orang! Oke? dan lagi.. Bon, gue sama Rafa itu udah lama banget. Gue gak bakalan ngebiarin permasalahan-permasalahan yang sering timbul diantara kami yang membuat hubungan kami merenggang akhir-akhir ini jadi penghalang cinta yang kami bangun bertahun-tahun."

"Gue senang dengar jawaban lo ini. Puji Tuhan .. sahabat gue sudah dewasa. Hihi.." Bonbon tersenyum lebar lalu kemudian mereka berdua saling berpelukan.

***

                                                                                              
                                                                                                           date: August 17th, 2013

Dear diary,
 
Meski jarak memisahkan kita, bukankah jarak yang mengajari kita segalanya?
Arti bertahan, arti kesabaran, arti cinta disaat suka dan duka, juga arti kesetiaan? Aku berterima kasih untuk jarak atas pelajaran berharga bagi cinta kita ini.
Aku berterima kasih juga pada waktu yang selalu mengeratkan cinta kita meski sering terjadi permasalahan diantara kita.
Aku percaya pada cinta kita.

Love you ♥Rafa


"Orang ketiga memang datang saat kita sedang bertengkar dengan pacar, datang saat kita jenuh. Dia bisa membuat kita nyaman tapi juga ngeselin! Tapi orang ketiga takan pernah mampu merusak hubungan yang kita sudah bangun selama bertahun-tahun. Bagiku orang ketiga hanyalah setan yang tertunda dan kamu kekasihku, kesetiaanku ini milikmu seutuhnya meski kita jarang berkomunikasi tetapi kamu selalu jadi perbincanganku dengan Tuhanku. Terima kasih jarak dan waktu untuk cinta ini." gumam Aqila dalam hatinya, lalu kemudian terlelap dalam tidurnya.

to be a continued..

Sabtu, 29 Juni 2013

LDR edisi: Orang Ketiga part 1

 -Orang ketiga sering muncul saat kita sedang jenuh sama pacar, saat kita sedang bertengkar-

Di kamar bercat dinding merah mudah ..

"Kenapa harus aku yang selalu tersudutkan? Pernahkah kamu merasa kalau aku begitu merindukanmu? Kamu perasa bukan?" tanya Aqila,
"Aku gak bermaksud membuat kamu merasa disudutkan. Aku tahu kamu merindukanku." jawab Rafa dari seberang telepon, "Tapi bukan dengan pertengkaran ini kita menyelesaikan masalah yang ada. Aku juga lelah kalau kamu selalu menghadapkan kita pada masalah yang itu dan itu saja."
"Lalu apakah kamu berpikir aku gak lelah? Aku lelah.. Tapi apakah kamu pernah ada saat aku merindukanmu? Kamu terlalu sibuk dengan teman-temanmu, dengan pekerjaan dikantormu, dan kuliahmu. Tapi kamu gak pernah bisa membagi waktu sebaik kamu yang dulu, untukku." kata Aqila, "Kesibukkanmulah yang membuat jarak kita semakin jauh dengan adanya masalah ini." sambungnya.
 
"Aqila .. dengar! Kesibukkanku ini bukan bermaksud untuk membuat jarak kita semakin jauh. Kalau kamu telalu kalut karena merindukanku hingga seperti ini, cari saja kesibukkan yang bisa kamu lakukan. Kalau kamu seperti ini terus, kamu terlalu kekanak-kanakkan!" jelas Rafa, "Kamu menggunakan senjata andalan kesibukkanku untuk menyerangku, tapi pernahkah kamu berpikir semua yang kulakukan ini demi kita?" tanya Rafa
"Kesibukkan bagimu demi menghindari keterpurukan kamu saat merindukanku. Kamu bisa begitu tapi aku gak bisa kayak kamu!" seru Aqila

Rafa terdiam ..

"Kenapa kamu diam? Apakah rasa rinduku itu menjadi beban bagimu? Aku ini kekasihmu, Rafa. Kalau kamu sibuk, setidaknya aku ingin mendengar kabarmu semenit bisakan kamu telpon aku dan ngabarin aku, itu sudah membuat aku tersenyum."
 
Rafa menghela napas panjang..

"Kenapa kamu masih diam?" tanya Aqila dengan nada suara sedikit meninggi.
"Lalu aku harus ngomong apa saat kamu gak dengar penjelasanku dan hanya bisa dikuasai oleh amarahmu. Lebih baik aku diam dan membiarkanmu menenangkan pikiranmu dulu baru kita ngomongin masalah kita pelan-pelan." kata Rafa
"Diam itu caramu menyelesaikan masalah?" tanya Aqila
"Bukan menyelesaikan masalah.. Tapi membiarkan kamu tenang dulu dengan pikiranmu." jawab Rafa
"Aku sudah tenang kok .. Aku juga sudah cukup sabar dan cukup mengerti kamu sibuk dengan kuliahmu, dan pekerjaanmu, hingga juga sibuk dengan teman-temanmu itu."
"Kamu mulai lagi.." kata Rafa, "Kamu selalu menjadikan itu alasan untuk membuat kita bertengkar."
"Ya .. karena memang semua itu merebut kamu dariku hingga semenit pun kamu sudah gak ada waktu untukku. Sadarkah kamu?"
"Bukankah disela-sela kesibukkanku aku selalu menyempatkan waktu untuk ngabarin kamu? Aku sadar aku sibuk. Karena kesibukkanku itu hingga aku gunakan saja kepercayaanku terhadap kamu, terhadap kita. Aku yakin kamu sudah cukup dewasa untuk bisa berpikir kalau egomu dan amarahmu hanya menghancurkan komitmen yang kita bangun sejak awal. Aku mengerti kamu merindukanku tapi gak gini juga caranya kamu merengek itu membuatmu tampak seperti anak-anak."

Aqila terdiam sejenak ..

"Halo .. Aqila .." panggil Rafa dari seberang telepon, "Aku sibuk itu bukan berarti aku gak peduliin kamu. Aku rasa kamu mengerti kalau kesibukkanku ini untuk masa depan kita juga nantinya. Aku diam pun bukan aku tak peduli terhadap kita. Tapi sadarkah kamu setiap waktu luang yang aku punya, aku ngabarin kamu malah kamu selalu menghadapkan kita pada masalah yang sama." kata Rafa, "Kamu gak pernah anggap aku begitu peduli padamu.. yang kamu ingin aku selalu ada untukmu, padahal waktuku terbatas."
"Kamu juga gak pernah tahu kan bagaimana susahnya aku buat tahan rasa rinduku padamu?"
"Karena itu mengertilah sayang .. waktu luang yang aku punya ini semestinya kita habiskan untuk melepaskan rindu kita, bukan dihabiskan dengan membahas masalah ini. Percuma!"
"Ya sudah .. kalau begitu biarkan saja aku sendiri dengan rinduku dan menenangkan diriku. Aku pun lelah."
"Sa ..." yang (Belum sempat Rafa meneruskan panggilannya, Aqila sudah dikuasai dengan amarahnya hingga telpon dia putuskan)

Tet .. tet .. tet -Telepon terputus-

"Baiklah .. tenangkan dulu pikiranmu, nanti baru kita bicarakan lagi. Aku sayang kamu Aqila, aku rasa kamu tahu .." -pesan singkat dari Rafa-

***

Keesokkan paginya ..

"Hey bengong aja!" seru seorang cowok tampan sambil duduk tepat berdampingan dengan Aqila.
"Eh .." Aqila tersenyum saat menyadari siapa cowok ddi samping duduknya ini. "Vando.."
Cowok tampan bernama Vando itu membalas senyuman Aqila.
"Wah!" Vando melihat sebuah buku diary terletak dimeja tepat didepan Aqila."Masih Aqila yang gue kenal dulu ya?" tanyanya sesaat sebelum dia tersenyum lebar menatap cewek cantik yang juga sedang menatapnya.
Beberapa detik berlalu mereka berdua sama-sama saling menatap, dan kemudian terkekeh.

"Gimana kabar Rafa?" tanya Vando
"Oh ... Kabarnya baik kok. Kalo Florence gimana?" Aqila balik bertanya
"Baik." jawab Vando

Lama keduanya terdiam. Saat ingin berbicara keduanya serentak memulai.

"Lo duluan.."
Aqila terkekeh, "Gak, lo duluan aja."
"Ladies first, please.."
"Gue udah lupa apa yang mau gue omongin. Lo aja."
"Gue juga lupa .. emm.. Lo ada masalah ya sama Rafa?"
"Gak kok.."
"Jangan bohong.. gue tau kok kalo lo lagi gini, pasti lagi ada masalah. Apalagi kalo bukan masalah sama Rafa?"
Aqila terdiam.
"Cerita aja kok .. gue akan jadi pendengar yang baik buat lo atau kalo lo mau, kita ke kafe tempat kita dulu.." Belum sempat Vando melanjutkan kata-katanya, tiba-tiba suara seorang cewek mengejutkannya.
"Hei .." sapa seorang cewek dari belakang
Aqila dan Vando sama-sama  berbalik.
"Sayang.." Vando tampak sedikit kaget melihat siapa yang ada dibelakangnya dan Aqila
"Hai sayang .." Florence mencium Vando.  
Cewek cantik berdarah Inggris ini memang tak segan-segan mencium kekasihnya walaupun didepan umum.
"Hai Aqila.." sapa Florence
"Hai Flo.." Aqila balik menyapa
"Hai.." sapa seorang cewek yang sudah berdiri disamping Florence. Tampak dia agak kesulitan dengan beberapa snack ringan di dalam dekapan kedua tangannya.
Mereka bertiga yang melihatnya terkekeh melihatnya.
"Banyak amat bawaan lo?" tanya Vando
"Yah abis kebutuhan ini.." tutur Bonbon, seorang cewek dengan tubuh yang gemuk dan berkacamata. Dia ini adalah sahabat dekatnya Aqila dan juga sahabat dekat Vando.
Mereka berempat tertawa bersama-sama.

"Eh kami duluan ya.." Florence menarik tangan Vando untuk mengikutinya setelah berpamitan pada Aqila dan Bonbon.

Masih ditempat yang sama, Aqila melanjutkan menulis kata-kata didalam diarynya dan sesekali melayangkan pandangannya ke Bonbon yang sedang asyiknya memakan snack bawaannya tadi.


                                     date: June 30th, 2013

dear diary ..

Kamu membuat aku tersiksa dengan rindu ..
Kamu juga yang membuat aku harus menangis.
Pertengkaran semalam diantara kita,
aku hanya ingin kamu tahu aku kalut dengan kerinduanku padamu.
Semenit saja aku ingin mendengar kabarmu,
Itu membuatku tersenyum bahagia.
Tapi kamu tak bisa membagi waktumu sebaik kamu yang dulu
dan aku mulai merindukan kamu yang dulu .. Aku mulai lelah dengan rindu yang tak terbalas. Mengertilah aku ingin waktumu sedikit untukku.
                                        ***


to be continued..

Senin, 17 Juni 2013

Long Distance Relationship - edisi : Pengertianmu

edisi : -Pengertianmu "kamu ngerti aku dan aku ngerti kamu"-

"Aku ingin seperti ini selalu denganmu Rafa." ungkap Aqila sesaat sebelum dia melabuhkan kepalanya dibahu Rafa.
Rafa hanya terdiam dan mendekap kekasihnya dengan lembut. 

Ditemani cahaya indah sang raja dan ratu langit malam, keduanya saling mendekap melepaskan kerinduan mereka.

"Sayang.." Bisik Rafa pelan ditelinga Aqila
"Hmm.."
"Ada yang ingin aku katakan padamu.."
Aqila mengadahkan kepalanya menatap Rafa lekat-lekat. "Apa?"
"Lusa papa dan mamaku akan pindah ke Singapura."
"Singapura? Lalu?" Aqila menatap Rafa, berharap kalimat selanjutnya bukanlah kalimat yang dia bayangkan.
"Aku juga akan ikut pindah." tutur Rafa pelan. Seakan kalimat itu tak ingin keluar dari mulutnya. Aqila terdiam sejenak. Kristal bening mulai mengalir pelan dari mata indahnya.

Bukan kalimat itu yang ingin didengarnya. Bukan kalimat yang diharapkannya. Dia terdiam dan menatap lurus kedepan. Dia tak ingin Rafa melihatnya menangis.

"Maafkan aku kalau ini harus aku katakan, sayang." Rafa berlutut dihadapan Aqila sambil meraih tangan mungil Aqila.
"Aku tahu.. Aku mengerti kamu harus sama-sama dengan papa dan mama. Aku ikhlas meski aku gak tahu apa arti ikhlas saat melihatmu pergi."
"Aku cinta kamu, Aqila. Selamanya aku akan mencintai kamu, meski untuk beberapa lama kita gak bakalan ketemu."
"Kamu yakin akan tetap mencintaiku meski kita nanti berjauhan?" tanya Aqila
"Aku yakin. Entah kamu percaya atau tidak, aku yakin dengan perasaanku padamu. Kita akan selamanya bersama. Kepergianku kesana pun untuk masa depan kita, untuk kamu."
Aqila tersenyum dan keduanya saling berpelukan. Entah senyuman itu senyuman ikhlas merelakan kepergian Rafa, kekasihnya ataukah senyuman terpaksa agar Rafa tenang dan pergi melanjutkan kuliahnya disana.

***

Hari itu hujan deras.. Tibalah saatnya Rafa bersama kedua orang tuanya berangkat ke Singapura.

"Nomor yang anda tuju sedang berada diluar jangkauan. Cobalah beberapa saat lagi."
Suara operator terdengar ditelinga Rafa.
Rafa sudah putus asa. Sedaritadi dia menunggu Aqila namun dia tak kunjung datang.

"Rafa.. ayo nak. Sudah saatnya kita naik ke pesawat." Ajak mamanya
"Iya ma." Rafa dengan langkah kaki lesuh mengikuti langkah kaki kedua orang tuanya.

"RAFA !!!" Teriak seorang cewek berbaju merah. Suara yang sangat dikenal Rafa. Rafa tersenyum senang dan berbalik menatap cewek cantik yang sedang berlari menujunya.
"Kamu datang sayang.." kata Rafa sambil memeluk erat Aqila, kekasihnya itu.
"Maaf aku telat. Hujan dan macet. Aku sempat singgah dirumahmu, tapi kata bibik kamu dan papa, mama sudah ke bandara. Maaf aku telat."
"Nggak apa-apa. Asalkan kamu ada disini."

Dari jauh, kedua orang tua Rafa saling menatap dan tersenyum melihat mereka.

Tak lama kemudian, panggilan operator di bandara sudah memanggil nama mereka untuk segera naik ke pesawat.
Rafa dengan langkah kaki yang berat berjalan meninggalkan Aqila.

***

Seminggu sudah keduanya dipisahkan oleh jarak. Tapi cinta mereka malah semakin kuat tak lekang oleh jarak dan waktu.
Walaupun Rafa sibuk dengan aktivitas kuliahnya, dia selalu menyempatkan waktunya untuk menghubungi Aqila. Begitupun sebaliknya.

Awalnya semuanya baik-baik saja.. Sampai suatu hari, segalanya berubah. Kecelakaan maut merenggut nyawa kedua orang tua Rafa dalam sebuah pesawat. Semuanya itu membuat Rafa tidak bisa menolak untuk menggantikan posisi papanya yang tak lain adalah seorang presiden direktur di sebuah perusahan industri terkenal dan terbesar. Posisi itu membuat Rafa harus bekerja sambil melanjutkan kuliahnya. Tentu saja waktunya sering dihabiskan dipekerjaannya dan kuliahnya. Hal itu berdampak pada hubungan komunikasinya dengan Aqila, yang semakin hari semakin renggang dengan perdebatan kecil diantara keduanya.

"Tinggalkan pesan anda setelah bunyi berikut. Tet." -suara operator-

"Lagi-lagi seperti ini." gumam Aqila dengan kesalnya, sampai-sampai boneka pemberian Rafa dihari jadi setahun mereka jadi pelampiasaan kekesalannya.

Beberapa pesan singkat dia kirimkan ke handphone Rafa. Menunggu dan tak ada balasan. Hingga malam tiba, Aqila masih menunggu.

"Kok smsku gak dibalas sayang? Kamu dimana?"
"Kalo kamu lagi sibuk ngabarin aku .. agar aku tahu kamu sibuk. Jangan diemin aku kayak gini."
"Rafa"
"Aku merindukanmu Rafa."

Sederetan pesan dia kirimkan dan berharap Rafa menghubunginya. Dia terus menunggu dan akhirnya terlelap.

Pagi harinya..
Handphonenya berdering. -Sayang-

"Halo, sayang.. selamat pagi, masih tidur ya? Bangun gih! Mandi sana." kata Rafa dari seberang telpon.
"Semalaman kamu kemana? Telpon gak dijawab. Ditelpon lagi malah suara operator suruh ninggalin pesan. Di sms juga kagak dibalas. Ada apa lagi?!" tekanan suara Aqila terdengar setengah berteriak. Ya jelas saja dia masih marah atas sikap Rafa yang seolah tak memperhatikannya.

"Sudah?" tanya Rafa setelah selesai mendengar omelan Aqila. "Sudah ngomel-ngomelnya?" tanya Rafa lagi. Tapi kali ini tekanan suaranya ikut meninggi.
"Iya sudah!" jawab Aqila masih dengan kekesalannya.
"Oke aku minta maaf kalau aku gak ngabarin kamu. Tapi aku semalaman lembur dengan tugas kantor. Banyak pekerjaan almarhum papa yang harus aku selesein. Kamu bisa gak sih ngertiin aku? Dulu kamu itu gak gini. Lama-lama aku juga jenuh dengan sikap kamu yang mulai gak ngerti keadaan dan posisi aku skarang ini!"
"Jenuh? Terserah deh kamu udah mulai jenuh dengan sikap aku! Aku gak minta lebih kok. Aku hanya minta kabar kamu. Masa iya 24 jam kamu sibuk terus?! Masa iya semenit aja buat ngabarin aku kamu gak punya waktu untuk itu?! Kamu berubah Rafa!"

"Aku berubah apanya? Aku gak berubah.. Malahan kamulah yang memaksaku untuk berubah! Sikap kamu kekanak-kanakan banget Aqila."
"Iya sikapku kekenak-kanankan karena aku merindukan kamu. Aku merindukanmu tapi kamu hanya diam. Kamu terlalu ditenggelamkan oleh kesibukanmu itu. Sedikit waktu untukku apakah kamu gak punya sama sekali?"
"Iya iya.. aku tahu aku salah gak ngasih kabar untukmu, gak ada saat kamu merindukanku. Tapi itu bukan sebuah alasan aku tidak memperdulikan kamu lagi. Kamu salah kalau berpikir aku gak mempedulikanmu. Aku peduli sama kamu, makanya aku ambil alih pekerjaan almarhumah papa karena aku sayang sama kamu, ini untuk masa depan kita. Seharusnya kamu mengerti itu."

Lama keduanya terdiam..

"Apa salahnya kamu menenangkan dirimu sejenak untuk mengerti kalau ini semua juga aku lakukan untuk masa depan kita bersama." kata Rafa, "Sayang.."
"Baiklah, aku mengerti. Aku yang salah sudah marah-marah padamu tanpa mendengar penjelasanmu. Tapi aku ingin kamu mendengarku kali ini. Aku merindukanmu.. Aku rindu saat-saat kita dulu. Dulu kamu bisa membagi waktumu dengan baik. Skarang, semenit untuk ngabarin aku lewat satu pesan singkat pun kamu gak ada waktu. Bisahkan kamu berkaca dari semua yang terjadi dulu? Aku merindukannya." ungkap Aqila pelan.

Perdebatan kecil mereka itu akhirnya terselesaikan. Masalah yang dihadapi pun terselesaikan dengan baik walaupun awalnya keduanya sama-sama saling keras kepala mempertahankan argumen masing-masing.

                                                 to be continued..

Kamis, 23 Mei 2013

Wanita Hebat (part 1)

 -Edisi Wanita Hebat- "Aku wanita bodoh yang mencintaimu dalam kehebatan cinta dan kesetiaanku"

"Banci lo!" kata Roby ke Kevin
"Tapi gue gak mau nyelingkuhin dia." kata Kevin ke kedua cowok dihadapannya ini
"Jadi.. lo mau setia?" tanya Raka
Kevin dan Raka sama-sama terkekeh kecil.

"Zaman skarang lo mau setia? Haha bisa-bisa lo diketawain sama ayam!" kata Roby sambil meletakan tangannya di pundak Kevin yang terlihat bingung, entah harus menuruti kata-kata teman-temannya itu ataukah tetap menjaga kesetiannya ke Pevita, kekasihnya yang sangat dia cintai itu.
"Yapz betul!" timpal Raka, "Zaman skarang lo itu gak dianggap keren kalo gak punya pacar lebih dari satu."
"Setuju gue bro!" kata Roby
"Gimana?" tanya Raka
"Entahlah.." jawab Kevin datar
"Vin.. gini aja deh. Kalo lo bisa jadiin Saskia itu pacar lo, ya kita berdua rela deh jadi babu lo selama sebulan, terserah deh lo mau lakuin apa ke kita berdua, oke oke!" kata Raka
"Gue setuju banget bro." kata Roby, "Kita berdua kasi waktu ke lo selama seminggu, dekatin Saskia si anak Biologi itu. Kalo perlu noh mobil gue, kuncinya gue kasi deh ke lo bebas lo pake selama sebulan asal lo bisa jadiin Saskia itu pacar lo. Gimana?"

Kevin tak menjawab .. pikirannya kacau saat itu, mana yang harus dia pilih.
"Tenang aja deh Vin.. kalo lo lagi dekat sama Saskia, ya pacar lo siapa itu namanya?"
"Pevita.." jawab Kevin dan Roby secara serentak, yang kemudian keduanya saling pandang.
"Haa.. Iya, iya.. Pevita." ucap Raka, "Tenang aja deh, rahasia lo bakalan aman sama kita-kita. Pevita gak bakalan tau kok."

"Hmm.. Roby dan Raka mungkin ada benarnya. Tawarannya juga kayaknya asyik nih. Lagian.. cuma seminggu kan gue deket sama Saskia? Gak lebih. Kalo Pevita tau gimana ya? Ah kan cuma seminggu.. Boleh juga, babu dan mobil sport, wow!" gumamnya dalam hati

"Gimana Vin?" tanya Roby lagi
"Ok.. gue mau." kata Kevin
"Sip! Gitu dong.. tapi ingat ya waktunya cuma seminggu. Kalo lo gak bisa buat Saskia jadi pacar lo dalam waktu seminggu, lo kalah dan itu berarti lo yang jadi babu kita selama sebulan." kata Roby
Kevin mengangguk.
Tak lama kemudian, Kevin kembali ke rumahnya dengan motor king hijau miliknya.

"Haha rasain tu anak.. abis kita kerjain! Haha dia kira gampang apa deketin Saskia?! Lo tau sendiri kan Ka, tu Saskia jutek banget." kata Roby diselingi dengan tawanya.
Raka ikut tertawa
"Eh.. tapi Rob itu Saskia kalo gak salah kan masih sepupu lo sendiri?"
"Haha iya sih .. Haha tapi biarlah, haha gue jamin dia gak bakalan bisa deh jadiin Saskia itu cewenya apalagi tantangan yang kita kasi itu kan cuma seminggu." kata Roby, "Haha nah lo deketin si Saskia waktu kita SMA dulu aja malah di bully kan sama dia?" lanjutnya
Raka mengiyakan. Keduanya kembali tertawa bersama-sama.

*** 

Keesokkan harinya.. 
-"Kevin kamu dimana sayang? Kok aku telpon nomor kamu gak aktif sayang?"- sms terkirim

Pevita merasa gelisah hari itu. Entah karena apa, belakangan ini dia merasakan kalo Kevin sudah mulai berubah. Sekarang dia lebih sering meluangkan waktunya bersama kedua teman sekelasnya itu, Roby dan Raka.

Tak lama kemudian..
Piip.. Piip.. Piip..
Bunyi klakson motor yang sangat dikenalnya. Siapa lagi kalau bukan Kevin.

"Sayang.." Pevita tersenyum senang melihat kekasihnya datang tepat disampingnya dengan motor king hijau milik cowok tampan dan berlesung pipi ini.
"Hai sayang." Kevin balas tersenyum, "Pulang yuk.. Aku antar."
"Hmmm" Pevita langsung saja menaiki motor kekasihnya itu.

"Sayang aku tadi telpon kamu tapi nomor kamu gak aktif." kata Pevita
"Iya sayang, aku minta maaf ya.. tadi batreiku lowbet. Gak sempat ngejawab telpon kamu. Maaf ya sayang.."
"Iya deh.. Gak apa sayang. Love you." bisik Pevita ditelinga Kevin dan semakin mempererat pelukannya.

Ketika tiba dirumah Pevita, cewek cantik berdarah Jerman-Indonesia itu langsung turun dari motor kekasihnya.
"Sayang, gak mampir dulu?" tanya Pevita
"Lain kali aja ya sayang? Aku masih ada tugas yang harus aku selesein."
"Baiklah.."

Setelah mencium kening Pevita seperti biasa, Kevin dan motornya langsung melaju hingga lenyap dari pandangan Pevita.

"Bik aku pulang!" seru Pevita saat masuk kerumahnya

"Lo?" tanya Pevita begitu bola matanya yang kecoklatan itu menatap sosok cowok tampan berbaju merah yang sedang duduk dikursi ruang tamu.
"Hai Vit.." sapa cowok tampan berbaju merah itu.
"Lo ngapain disini?" tanya Pevita dengan nada sedikit ketus
"Haha ya gue cuma datang untuk liyat wajah calon istri gue ajah kok." jawab cowok tampan itu
"Jangan mimpi lo Roby!" kata Pevita sambil berjalan hendak memasuki kamarnya
"Terserah lo deh Vit.. yang jelas gue sayang banget sama lo dan lo bakalan jadi istri gue. Bokap nyokap lo masih di Jerman kan? Asal lo tau aja, yang jadi penolong perusahan bokap nyokap lo itu bokap gue."
"Nah truuusss? Apa? Gue musti bilang makasih gitu? Ya udah makasih, tapi bukan sama lo. Makasihnya sama bokap lo." Pevita langsung masuk kedalam kamarnya

***

"Hai Saskia.." sapa Kevin
Saskia tak menghiraukan sapaan Kevin malah melanjutkan membaca buku ditangannya.

"Yaampun ini cewek budek kali ya?" gumam Kevin dalam hatinya.

"Hai Sas.. Lo lagi baca apaan sih?" tanya Kevin yang langsung membolak-balikaan buku yang sedang dibaca Saskia.
"Lo apa-apaan sih?!!" bentak Saskia. Lalu kemudian beranjak dari duduknya dan pindah ke tempat duduk yang lain ditaman dekat dengan ruangan program studinya.

Kevin tak mau menyerah begitu saja meski dalam hatinya, dia kesal dengan sikap Saskia yang menurutnya sok kecakepan banget dan sok jual mahal banget. Padahal jelas-jelas didekatin sama cowok setampan Kevin.

"Huh ini kalo bukan demi tantangan itu, deeeeeh malas banget dah gue deket sama cewek kayak gini! Masih mendingan skarang gue nemenin Pevita aja. Aaaaaaarghh!" Kevin mengomel dalam hatinya sendiri.

"Sas.. lo cantik banget deh hari ini." Lidah Kevin terasa ingin muntah saat dia mengatakan kalimat itu dari mulutnya sendiri.
"Oh makasih." jawab Saskia singkat sambil terus membaca bukunya.
"Sas bentar lo ada waktu gak?"
"Ngapain nanya-nanya?" Saskia balik bertanya
"Gue mau ngajak lo dinner, di tempat yag istimewa buat cewek secantik lo."
"Basi!" kata Saskia dengan ketus

"Huh sialan ni cewek, jual mahal banget! Apa karna sikapnya gini jadinya gak punya pacar juga ya sampe hari gini. Sikapnya gini, gue jamin jomblo seumur hidup lo. Puuuf.. Kalo bukan demi taruhan itu gue gak bakalan deket-deket sama lo." gumam Kevin dengan kesal dalam hatinya.

"Suer Sas. Gue pengen dinner sama lo." kata Kevin
"Gak ada waktu!" jawab Saskia datar

Saskia langsung beranjak dari duduknya dan berlalu dari pandangan Kevin begitu saja..

***

"Hei!" seru Raka dan Roby saat melihat Kevin berjalan mendekati mereka.
"Hei.." balas Kevin
"Gimana bro dengan Saskia?" tanya Raka saat Kevin duduk ditengah-tengah keduanya.
"Susah bro.."
"Haha jadi lo nyerah gitu?" tanya Roby
"Berarti lo kalah taruhan ni.. jadi siap-siap deh jadi babunya kita berdua."
"Eh tunggu-tunggu! Lo gak bisa gitu aja dog Vin.." timpal Roby.
Raka menatap Kevin dengan heran.
"Ya maksud gue, lo gak harus nyerah gitu juga kan? Kan masih ada 5 hari lagi. Siapa tau lo bisa jadi pacarnya Saskia." kata Roby, "Ini kan belum sampai tanggal batas tantangan yang kita kasi ke lo. Kalo lo kalah sama aja dengan pecundang kan?" lanjut Roby meyakinkan Kevin untuk tidak mundur dari tantangan yang mereka berikan.
"Baiklah.." jawab Kevin datar

***

Hari ke-4 ..

"Belakangan ini dia jarang ngunjungi gue Ndo. Telponnya juga kadang di non-aktifkan. Gue tanya dia bilang, lagi kerja tugas." ungkap Pevita ditelpon kepada Rolando, sahabat sejak kecilnya Kevin.
"Gue ngerti perasaan lo Vita. Tapi ya lo kan tau dia itu sayang banget sama lo. Buktinya aja dia gak pernah selingkuh kan dari lo selama kalian jadian udah 4 tahunan ini?"
"Iya sih.."
"Nah gitu dong. Itu baru namanya Pevita Cleo Eileen Pearce yang gue kenal. Lo harus percaya sama dia Vit." Rolando menasihati Pevita yang juga adalah sahabat dekatnya.

Siangnya dikampus..

"Hei lo Pevita pacaranya Kevin Hendry Anggara kan? -iya- Dia lagi pacaran sama Saskia Sigar Sastrowijoyo, anak Biologi itu!"
Semenjak tadi hanya kalimat itu yang selalu mengusik pikirannya. Bagaimana tidak? Hari ini, tepatnya siang ini saat dia baru memasuki ruangan kelas, seorang cewek berkulit hitam manis datang menghampirinya dan mengatakan kata-kata itu.. Tentang Kevin, tentang kekasihnya yang katanya sedang..
"Aaaaaaaaargggh!!" Teriak kecil Pevita, "Apa yang gue pikirin sih? Gak! Kevin gak mungkin gitu! Gue percaya sama dia. Ya.. gue gak apa-apa. Harus percaya sama Kevin. Apapun yang cewek itu bilang." gumamnya pelan pada dirinya sendiri

"Cie yang lagi galau.."
"Lo? Lo lagi.. lo lagi.. Ngapain sih ngikutin gue melulu?" tanya Pevita ke Roby
"Hai jodoh gue, yang lagi terdampar di jodohnya orang lain.." ucap Roby yang sengaja tidak ingin menjawab pertanyaan Pevita padanya
"Apa-apaan sih? Mimpi lo.. sampe gue mati pun, jangan mimpi buat dapetin cinta gue."
Pevita berdiri dari duduknya tapi saat dia hendak melangkahkan kaki pergi, Roby malah mencengkram pergelangan tangan kanannya.
"Roby! Lepasin, sakit.." Pevita mencoba melepaskan cengkraman tangan Roby dari pergelangannya tapi tampak usahanya sia-sia saja.

"Kenapa sih, lo gak bisa terima gue? Hoo.. apa karna Kevin?" Roby tertawa sinis
"Iya .. gue gak bisa terima lo karena hati dan cinta gue udah jadi miliknya Kevin sejak 4 tahun yang lalu, sejak lo ninggalin gue gitu aja dengan memberi gue harapan palsu dan sekarang lo datang ngemis-ngemis minta cinta gue balik sama lo? Gak! Gak bakalan! Lo mau tau kenapa karena gue sangat bahagia dari 4 tahun lalu sampai sekarang karna gue miliki seseorang di hidup gue, dan itu bukan lo tapi Kevin Hendry Anggara. Jelas?"
"Kevin? Haha.. Kevin.." Roby yang saat itu sudah berdiri juga, lagi-lagi tampak senyuman sinis dibelahan bibirnya.

"Vita .. lo sadar gak sih? Kevin itu gak ada apa-apanya dibandingkan gue. Ayahnya itu pegawai bokap gue. Apa sih yang Kevin punya? Kevin gak bisa buat lo bahagia, yang pantas buat lo bahagia itu gue karna gue punya segalanya yang Kevin gak punya! Jelas?" bentak Roby, "Sadar dong Vit.. Kevin itu gak bisa ngasih lo apa-apa, dibanding gue. Apa yang lo mau? Uang? Harta? Apa?! Tinggal sebut saja gue bakalan penuhi itu semua dalam sekejap yang sama skali gak bisa dilakuin Kevin."

"Lo salah!" seru Vita sambil menatap Roby dengan tegas, "Lo salah besar kalo bilang Kevin gak punya apa-apa dibandingkan lo. Kevin punya cinta yang buat gue bahagia dan bersyukur gue memiliki seseorang disamping gue seperti dia. Itu sesuatu yang gak lo punya sama sekali." kata Pevita, "Uang dan harta kekayaan yang lo miliki gak bakalan bisa membeli cinta gue. Lo salah besar kalo berpikir gue bisa bahagia dengan kekayaan. Lo harusnya nyadar Rob, apapun yang lo mau gak bisa seenaknya lo beli gitu aja, gak semuanya lo bisa milikin. Ada hal-hal yang harus lo relakan dan lepaskan."

Pelan-pelan Roby melepaskan cengkraman dipergelangan tangan Pevita, yang kemudian terduduk dan terdiam di kursi. Pevita pun beranjak dari tempat itu dan beralih ke perpustakaan tempat dia menghabiskan waktunya selain ditaman dekat gedung fakultasnya.
Sedangkan dari balik pohon tak jauh dari taman yang tadi Pevita dan Roby sedang berbincang, Raka sedang mendengar pembicaraan mereka.

"Eh ketemu lagi mbak.." suara cewek yang sama, yang beberapa hari lalu sempat bertemu denganya juga di perpustakaan ini.
"Eh iya ni mbak.."
Pevita melirik sekuntum bunga yang sejak tadi dipeluk oleh cewek disamping mejanya ini.
"Pasti baru dikasih bunga sama pacar ya?" tanya Pevita
"Eh si mbak ini masih ingat aja.." ucapnya dengan malu-malu
Pevita tersenyum
"Aku jadi malu ni.." Saskia meraba-raba pipinya yang panas-panas tak menentu mungkin saat itu kalau ada kaca, pasti dia sudah bisa melihat wajahnya sendiri yang merah merona.
"Setiap kita ketemuan, mbak kan selalu cerita tentang si cowok misterius itu."
"Ah iya ya.." Saskia terkekeh, "Mbak tau gak hari ini dia romantisnya pake banget. Dia ngasih aku bunga dan coklat, aah juga tiket nonton konser musik ini." Saskia memperlihatkan tiket itu ke Pevita. "Aku sih masih belaga bodoh aja, padahal aslinya aku suka banget sama dia, mbak. Diam-diam aku menaruh rasa sama dia. Tapi aku takut dia cuma pura-pura sama aku."
"Ngapain takut? Percaya saja sama dia. Siapa tahu dia beneran cinta sama mbak bukan pura-pura seperti apa yang mbak pikirkan."
"Iya juga ya mbak.." Saskia mengiyakan, "Eh sampe lupa, mbak kita kan belum kenalan? Namaku Saskia Sigar Sastrowijoyo."

"Saskia Sigar Satrowijoyo? Saskia Sigar Sastrowijoyo? Saskia Sigar Sastro.."

"Mbak.. mbak.." panggil Saskia
Lamunan Pevita buyar dari pikirannya pelan-pelan
"Eh iya, maaf.. namaku.. namaku Pevita Cleo Eileen Pearce." suara Pevita terdengar sedikit terbata-bata, wajahnya seakan pucat pasi, denyut nadinya berdetak lemah, bunyi jantungnya seolah-olah sudah tidak dag dig dug

"Mbak, mbak baik-baik aja kan?" tanya Saskia yang menyadari wajah Pevita yang tampak tak sebaik tadi.
"Iya.. aku baik-baik kok. Memangnya siapa nama cowok itu? Pasti dia tampan setampan hatinya sama mbak."
Saskia terkekeh pelan, "Kevin Hendry Anggara, mbak. Anak jurusan TI."


"Mbak, maaf aku ada kelas.. aku pamit duluan ya.." kata Pevita yang langsung berjalan keluar perpustakaan.

Pevita berlari sekencang-kencangnya yang dia bisa dari kampus. Airmata dibelahan mata bawahnya langsung menetes dipipinya.

***

Sesampainya dirumah, dia masuk kekamarnya dan menangis memeluk hadiah boneka big bear yang diberikan Kevin, kekasihnya pada anniv mereka yang ke 4 tahun lalu.

Sorenya..

"Sayang..sayang.." panggil Kevin yang membangunkannya dari tidurnya.
Pevita membuka matanya pelan-pelan, menatap kekasihnya yang duduk disamping tidurnya ini.
"Kamu sakit sayang?" tanya Kevin, "Aku dengar dari bibik tadi kamu pulang wajahmu pucat skali tapi gak mau makan, minum, ataupun dokter mau priksa kamu aja kamu gak mau. Kenapa sih sayang? Cerita sama aku."
Pevita tak menjawab tapi bangun dari tidurnya dan memeluk kekasihnya itu. Erat, erat sekali. Kevin balik memeluk kekasihnya yang sangat dicintainya itu, sama eratnya.

Untuk beberapa saat, keduanya tak berbicara hanya saling memeluk.

"Vin.. jangan pergi."
"Kok ngomong gitu?" Kevin melepaskan pelukannya.
Pevita kembali menarik tubuh Kevin dan dipeluknya lagi. Kevin balas memeluknya.

"Jangan tinggalin aku sayang. Aku gak ingin kamu pergi, pergi dari hatiku, dari hidupku."
Kevin mengeratkan pelukannya.
"Iya aku janji sama kamu, aku gak bakalan pergi. Aku gak bakalan tinggalin kamu. Kamu itu istriku Pevita. Aku jamin itu!"
"Janji?"
"Hmm.." Kevin melepaskan pelukannya dan menatap Pevita lekat-lekat. "Kamu itu wanita pertama dan terakhir untuk hidupku." Kevin memeluknya lagi.

***

Malamnya..

"Wah.. indahnya ini.." kata Saskia, matanya berbinar-binar menatap semua yang ada didepannya. "Kevin, kamu yang nyiapin semua ini?"
"Ehem" Kevin berdehem, "Kasih tau gak ya? Kasih tau gak ya? Mau tau, apa mau tau banget?"
"Ih kamu.." Saskia mencubit perut Kevin dengan mesra, "Apa-apaansih? ledek.."
"Hehe .. gak kok."

Ditaman tempat biasanya anak-anak muda sering berduaan dengan kekasihnya, dibawah sinar rembulan yang indah, Kevin dan Saskia menikmati makan malam mereka.

"Ini.." Mata Saskia mengangkat sebuah cincin yang muncul dipotongan puding coklat dipiringnya.
Kevin tersenyum dan berjalan mendekati Saskia lalu berlutut disamping kursinya.

"Sas.. aku suka sama kamu dan aku ingin rasa ini terwujud. Aku ingin kamu jadi kekasihku. Aku juga bingung dengan semua ini, tapi sikap kamu yang mungkin bagi  cowok lain itu jutek banget dan gak banget, tapi bagiku gak gitu. Sikap kamu malah membuat aku jadi suka sama kamu."
Saskia langsung memeluk Kevin
"Aku juga suka kamu."
"Jadi kita jadian?"
Saskia mengangguk pelan.

Kevin tersenyum kemenangan. Ya.. dengan semua ini dia bisa buktikan kalo dia itu bukan pecundang dan bisa taklukin cewek sejutek Saskia dan itu artinya juga Roby dan Raka akan menjadi babunya selama sebulan dan mobil sport milik Roby bisa dia miliki untuk sebulan juga.

Brem.. breem.. breeem..
Motor Kevin tiba didepan rumahnya Saskia yang juga langsung turun dari boncengan Kevin.

"Aku masuk dulu ya.."
"Hmm masuklah.."
"Eh.." Saskia langsung mendaratkan ciumanya dipipi Kevin. "Good night sayang, makasih buat segalanya khusunya malam ini. Aku sayang kamu." Setelah mengatakan itu Saskia langsung masuk ke rumahnya.

"Ih..ih..ih amit-amit jabang bayi. Ih..ih..ih.. dicium sama dia, ih..ih..ih amit-amit dah! Mendingan dicium sama Pevita. Ih..ih..ih.." gumam Kevin sambil berusaha menghapuskan ciuman dipipinya tadi.

***

Keesokkan harinya..

"Hai sayang.." Kevin menghampiri Pevita dan seperti biasa mencium kening cewek cantik ini.
Namun ekspresi wajah Pevita datar. Tak ada sapaan balik untuk kekasihnya layaknya dia yang biasanya.
"Loh kamu kenapa sayang? Kamu sakit lagi?" tanya Kevin sambil meraba-raba dahi dan leher juga tangan-tangan kekasihnya ini. "Gak panas kok.."
"Aku sakit. Tapi bukan badan aku yang sakit..yang sakit itu hati aku."
"Sayang, sayang.. hei kamu kenapa sayang? Cerita sama aku.."
"Aku gak perlu cerita kok, kamu kan sudah tau sendiri ceritanya kayak gimana."
Disaat yang sama dari matanya keluarlah sudah butiran bening itu..

Kevin menghapus airmata kekasihnya itu dan memeluknya.
"Aku gak ngerti maksud kamu apa? Aku gak ngerti.. tapi tolong jangan katakan hal-hal yang gak aku ingini keluar dari mulutmu sendiri." kata kevin dengan setengah berbisik.

Pevita melepaskan pelukannya Kevin dan menyodorkan kepadanya beberapa fax foto yang baru diterimanya tadi pagi. Kevin mengambil foto-foto tersebut dan melihatnya satu per satu. Semuanya itu adalah fotonya semalam bersama Saskia..
Pevita menahan airmatanya kembali jatuh, dia menunjukkan rekaman vidio yang baru tadi pagi diterimanya via BBM.
Mata Kevin seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Foto-foto yang dipegangnya tadi jatuh berserakan dilantai rumah Pevita.

"Sayang.. sayang.. aku bisa jelasin semua ini. Tolong.. tolong kamu percaya sama aku." Kevin memegang kedua lengan cewek cantik dihadapannya ini. "Ini semua tipuan.. tolong Vita.. jangan percaya sama ini. Kamu dengar aku kan sayang? plis.."
Airmata dari matanya kembali menetes.
"Aku percaya sama kamu Vin. Bahkan saat aku sudah mendengar sendiri dari mulut Saskia yang gak sengaja curhat tentang kamu ke aku.." suara Pevita terdengar lemah. "Tapi kamu tau apa, aku tetap percaya sama kamu bahkan setelah itu semua, aku.. aku tetap kuatin hati aku sendiri untuk tetap nahan semuanya dan percaya sama kamu."

Suara Pevita makin lama makin terdengar lemah dan pelan..
Sementara Kevin pun sudah tak bisa membendung tangisnya lagi. Dia menangis untuk pertama kali untuk, demi, dan oleh seorang cewek yang sangat dia cintai.

"Hari ini aku terima fax dan BBM ini semuanya tentang kamu. Kamu tau Vin, sakit banget.. sakit banget ngeliyat cowok yang sangat dicintai malah menghabiskan waktu bersama cewek lain. Kamu tau, hati ini cemburu dan marah juga sakit skali." lanjut Pevita

"Vita.." suara Kevin pun terdengar lemah dan pelan.

"Ini semua seperti berdiri dibatu karang.. awalnya mungkin baik, melihat ombak yang datang dan bisa dikalahkan oleh batu karang. Tapi lama kelamaan batu karang itu pun bisa terkikis oleh kuatnya ombak." ungkap Pevita sambil menghapus airmatanya sendiri.

"Sekarang.. pergilah.. bersama dia yang jauh lebih baik dariku."
Lalu Pevita membalikkan badannya dan berjalan pelan menuju kamarnya.
Kevin mengejarnya dan memeluknya.
"Kamu kemarin minta aku untuk jangan tinggalin kamu, tapi kenapa skarang malah kamu yang tinggalin aku?" tanya Kevin disela-sela isak tangisnya.
"Sudahlah Kevin.."
"Jangan! Tolong jangan lakuin ini ke aku Vit.."
Pevita melepaskan dekapan Kevin dari belakang badannya dan berlari masuk kekamarnya.

"Pevita!" teriak Kevin dari balik pintu kamarnya Vita. "Pevita buka pintunya, tolong.. aku mau jelasin semuanya. Kamu harus dengar penjelasanku dulu."

Lama Kevin menangis didepan pintu kamar Pevita sambil memanggil-manggil nama cewek yang dicintainya itu. Namun tak ada hasil apapun.. Pevita meninggalkannya dan itu semua karena kebodohannya sendiri.

***

"Hei bro.. gimana sama Saskia? Gue dengar lo sama dia udah jadian ya?" tanya Roby.
Raka hanya terdiam menatap Kevin yang tertunduk lemas.
"Wah kayaknya gue sama Raka siap-siap jadi babu lo sebulan ni.. juga nih kunci mobil gue." Roby menyodorkan kunci mobil miliknya kepada Kevin

Tapi Kevin malah menyodorkan kembali kunci mobil itu ketangan si pemilik mobil.
"Loh? Bukannya ini perjanjian dari tantangan  kita? Ngapain lo tolak?" tanya Roby
Kevin berjalan kebelakang mereka berdua dan merangkul mereka berdua.
"Perjanjian kita batal. Gue gak butuh semua itu. Jadi lo berdua bebas. Gak ada babu-babuan dan gak ada mobil sport atau mobil semewah apapun itu, gue gak butuh lagi."

Kemudian dia berjalan meninggalkan keduanya..

"Rob.. lo udah keterlaluan banget!" sungut Raka
"Loh santai bro.. bukannya ini bagian dari permainan kita. Just enjoy lai.. ini juga ide lo buat ngerjain dia kan?"
"Iya tapi ini udah lewat batas. Gue kira ini cuma buat ngerjain dia doang, tapi nyatanya semua ini untuk tujuan terselubung lo semata! Gak nyangka gue sama lo.."
"Hei Raka.. Raka.." Roby memanggil-manggil Raka yang berjalan minggalkannya.

***

Keesokkan sorenya..

Pevita duduk di depan danau kecil tepatnya danau buatan di dekat tempat tinggalnya, tempat yang menjadi tempat pertemuan dan awal kisah cintanya bersama Kevin.
Dari balik pohon, Kevin sedang memperhatikan Pevita. Tapi dia masih takut untuk mendekati kekasihnya ini.

"Aku tau kok kamu disitu Kevin.." Pevita membalikkan badan dan menatap kearah pohon tempat Kevin bersembunyi.
Kevin berjalan pelan mendekati Pevita.
"Hai..sa.." sayang .. bahkan kata itupun sudah tak mampu dia ucapkan mengingat semua kesalahan dan kebodohannya menyakiti cewek yang sangat dicintainya ini.

Lama mereka berdua terdiam..

"Vita.." panggil Kevin pelan
Pevita balik menatap Kevin lekat-lekat
"Aku minta maaf." ucap Kevin pelan, "Aku.."
Pevita tersenyum, "Aku sudah maafin kamu kok.. dan aku juga sudah dengar semuanya." potong Pevita
"Mak-sud-ka-mu?" tanya Kevin terbata-bata
"Maksud aku, aku udah dengar semua penjelasan dari Raka." Pevita tersenyum, "Kemarin Raka datang kerumahku, diantar sama Rolando. Raka nyeritain semuanya ke aku. Semuanya tentang tantangan yang mereka kasi ke kamu yang semula hanya untuk ngerjain kamu, ternyata malah digunakan sebagai kesempatan bagi Roby untuk hancurin cinta kita, sayang.."
"Apa?"

Sebenarnya Kevin bertanya "apa?" bukanlah karena dia kaget denga pernyataan Pevita tentang Raka dan Roby karena sebelum Raka menemui Pevita, Raka sudah terlebih dahulu menemui dan mejelaskan semuanya ke Kevin. Kata "sayang.." yang keluar dari mulut Pevita lah yang membuatnya kaget.
Dia berpikir bahwa dengan kesalahan dan kebodohannya mengkhianati cinta mereka yang telah dibangun selama 4 tahun, tak akan mungkin dimaafkan Pevita bahkan kalaupun itu hanya sebuah permainan antara dia dan Saskia, Pevita mana mungkin memaafkan cowok sebrengsek dirinya. Tapi ini..

"Kenapa?" Pevita balik bertanya, "Kamu gak mau aku panggil sayang lagi?"
Kevin tertawa dan tersenyum lalu memeluk Pevita kegirangan.
"Aku senang kok.. Senang banget." kata Kevin, "Aku cinta kamu Pevita. Sumpah demi Tuhan!"
"Iya, aku juga cinta kamu.."
Keduanya berpelukan kembali.

***

Ting.. Tong.. Ting..Tong..
Bel rumah Saskia berbunyi..

"Iya tunggu.. tunggu sebentar" Suara Saskia dari dalam rumahnya.

"Lo?! Ngapain lo disini? Pulang sana! Gue benci sama lo!" bentak Saskia yang kemudian menutup pintu rumahnya namun dihalangi oleh Pevita.
"Saskia.."
"Pevita.."

"Aku mau ngomong sama kamu.. tepatnya aku datang kemari bersama Kevin buat minta maaf sama kamu atas apa yang sudah dilakuin sama Raka dan Roby ke Kevin yang juga telah melukai kamu."

"Iya Saskia.. Gue minta maaf.."
"Sudahlah lupain aja.. Gue sudah maafin lo kok. Raka udah ngejelasin semua ke gue juga. Sorry tadi gue kasar gitu soalnya kalo gak gitu ya nantinya Pevita cemburu loh." Saskia tertawa lebar.
"Yaa ampun.. Saskia.. Lo ya.." Pevita memeluk Saskia yang juga membalas pelukannya

"Eh.. ayo masuk. Gue punya suprise untuk kalian dan tentunya ini berita bahagia yang sangat membahagiakan bagi gue khusunya."
Kevin dan Pevita turut masuk dalam rumahnya Saskia.

"Hei"
"Hai.."
"Raka? Rolando? Kalian?" tanya Kevin
"Kalian disini juga?"
"Vin .. sini Vin, ayo makan" ajak Rolando sambil terus melahap makanan diatas meja.
Kevin menghampiri kedua cowok dimeja makan milik Saskia itu.

"Ini.."
"Ini semua berkah Vit. Aku dulunya gak ada teman, sahabat bahkan aku gak punya. Tapi kini aku punya sahabat yaitu kamu, Kevin, Rolando, dan Raka, kekasihku."
Pevita terkejut mendengar kata terakhir yang keluar dari mulut Saskia
"Raka?"
"Iya kami baru jadian tadi.."
"Yaampun, senang banget dengarnya.. Selamat ya Sas.."
"Makasih Vita."

Ditaman belakang rumah Saskia..

Kevin dan Pevita memilih duduk ditaman belakang rumah Saskia agar terhindar dari ributnya Saskia, Raka dan Rolando.

"Sayang,"
"Hmmm.."
"Kamu kenapa masih milih aku, padahal aku udah nyakitin kamu?"
"Karena aku cinta kamu jadi aku juga harus siap untuk sewaktu-waktu disakitin kamu."
"Cuma itu?"
Pevita terkekeh, "Mungkin karena aku ini cewek bodoh."
"Kok bodoh sih sayang?"
Pevita tersenyum, "Cewek bodoh yang mencintaimu.."

Kata-katanya terpotong sesaat, saat dia menatap bola mata Kevin yang menatapnya dengan serius seolah tidak sabaran menunggu kalimat-kalimat selanjutnya.

"Yang mencintaimu dalam kehebatan cinta dan kesetiaanku."

Kevin tersenyum bahagia mendengar kata-kata Pevita dan memeluknya, memeluk tubuh cewek yang sangat dicintainya itu.

"dan aku cewek bodoh yang diam-diam mencintaimu." gumam Saskia dalam hatinya saat menatap dari balik jendela tepat ke ayunan tempat duduk Kevin dan Pevita ditaman itu.

TAMAT